BeritaNASIONALUtama

Industri Pariwisata Masih Tertekan Pandemi Covid

JAKARTA-Pandemi Covid-19 masih membawa tekanan yang berat bagi industri pariwisata domestik. Kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara yang turun drastis dibanding sebelum pandemi membuat pengusaha di industri pariwisata harus gigit jari.

Padahal, pada momen akhir tahun, tren kunjungan wisatawan biasanya selalu meningkat. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengamini hal itu.

Sekjen PHRI Maulana Yusran menyebut pengusaha perhotelan akan semakin tertekan. Momen high season yang dinanti-nanti pelaku perhotelan tidak ada yang menunjukkan kontribusi maksimal. Mulai dari libur Lebaran, libur Natal, hingga liburan tahun baru. ”Kemudian bersambung ke Januari sudah low season lagi,” ujarnya.

Maulana menenegaskan bahwa okupansi selama tiga kuartal sudah sangat rendah. Ditambah lagi dengan pemangkasan cuti bersama, PHRI semakin harus menunda peluang untuk mendapatkan high season.

Satu hal yang juga disoroti PHRI adalah trust masyakarat pada kebijakan pemerintah yang kerap mendadak dan tidak konsisten. Misalnya, kebijakan penerapan PSBB dan pemangkasan cuti bersama yang relatif mendadak, membuat masyarakat yang sudah merencanakan libur menjadi batal. ”Kalau pemerintah selalu mendadak, akan membuat public trust hilang. Orang semakin khawatir untuk melakukan perjalanan,” tambahnya.

Menurut Maulana, sejak Maret sampai November rata-rata tingkat okupansi hotel rendah, hanya sekitar 20–30 persen. Kondisi tersebut dinilai kritis sebab di luar masa pandemi, tingkat okupansi terendah perhotelan biasanya hanya 40 persen. ”Itupun terjadi hanya sebulan dalam setahun,” bebernya.

Maulana membeberkan bahwa musim libur panjang adalah kesempatan untuk memperpanjang napas usaha lantaran mulai Januari–Maret 2021, sektor wisata kembali memasuki low season. ”50 persen dari 400 ribu pekerja sektor hotel dan restoran sudah tidak lagi bekerja akibat imbas pandemi Covid-19,” pungkasnya.

Keluhan PHRI memang bukan isapan jempol semata. Badan Pusat Statistik (BPS) memerinci, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia bulan Oktober 2020 hanya 158,19 ribu kunjungan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menyebut, jumlah itu turun drastis hingga 88,25 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan Oktober 2019. “Dengan Covid-19 beberapa negara ada pelonggaran dan ada beberapa yang melakukan pengetatan. Ini yang membuat wisatawan mancanegara masih berpikir-pikir untuk masalah kesehatan,” ujarnya melalui video conference.

Tetapi, apabila dibandingkan dengan September 2020, kunjungan wisman pada Oktober 2020 justru meningkat sebesar 4,57 persen. BPS mencatat, secara kumulatif dari Januari-Oktober 2020, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia mencapai 3,72 juta kunjungan. Jumlah itu turun sebesar 72,35 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman pada periode yang sama 2019 berjumlah 13,45 juta kunjungan.

Jumlah itu terdiri atas wisman yang berkunjung melalui pintu masuk udara sebanyak 12,76 ribu kunjungan, pintu masuk laut sebanyak 45,69 ribu kunjungan, dan pintu masuk darat sebanyak 99,74 ribu kunjungan.

Setianto melanjutkan, sebagian besar wisman yang masuk ke Indonesia berasal dari Timor Leste. Kunjungan warga Timor Leste ke Indonesia mencapai lebih dari 82 ribu 52,3 persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. “Ini seiring dengan data berdasarkan pintu masuk tadi, banyak wisman yang lewat darat. Yaitu, dari Timor Leste,” kata dia.

Menyusul Timor Leste, wisman dari Malaysia menyusul di peringkat kedua. Kunjungan wisman dari Negeri Jiran itu tercatat 46 ribu kunjungan atau setara 29,1 persen dari total kunjungan wisman pada bulan Oktober 2020.

Pada posisi selanjutnya adalah wisman dari Tiongkok. Setianto memerinci, total kunjungan wisman Tiongkok mencapai 6.700 kunjungan atau setara dengan 4,2 persen dari keseluruhan kunjungan wisman yang masuk ke Indonesia. (dee/agf)

Related Articles

Back to top button