Omzet Stik Kelor Menurun Hingga 50 Persen
UMKM salah satu penggerak ekonomi domestik dan penyerap tenaga kerja. UMKM kini tengah menghadapi penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan profit secara signifikan. Hal ini dirasakan salah satu pelaku UMKM pembuat camilan stik kelor. Tak tanggung- tanggung omzetnya turun hingga 50 persen.
HIKYANT, Palangka Raya
NUR Suraini, memulai usaha membuat camilan sejak 4 tahun lalu. Pada Tahun 2017 tepatnya. Awalnya, ia membuat camilan keripik kalakai. Kemudian berinovasi membuat camilan stik kelor dan stik bawang lemba.
Selama itu, dalam menjalankan usahanya, perempuan berusia 35 tahun ini menceritakan, ada suka dan duka yang ia alami. Duka yang paling berkesan bagi dia adalah, sejak pandemi Covid-19 mulai merebak di Indonesia dan khususnya Kalimantan Tengah.
Berita Terkait…..Pelaku UMKM Kesulitan Mendapatkan SPP IRT
Perempuan berkerudung ini mengatakan, saat itu omzet usaha home industrinya turun drastis, hingga 50 persen.
“Omzet menurun karena pandemi. Apalagi awal pandemi, banyak toko toko yang tutup,” tuturnya kepada Kalteng Pos, Rabu (9/6).
Menurunnya omzet tak membuat Nur Suraini menyerah begitu saja. Ia kemudian belajar membuat stik kelor untuk kembali bangkit. Kerja keras tak membohongi hasil. Stik kelor yang dibuatnya mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat, meskipun omzetnya kini tidak seperti sebelum pandemi menyerang.
Ibu dari dua anak ini mengungkapkan, cara membuat kripik kalakai, stik kelor dan stik bawang lemba ia ketahui secara otodidak. Baginya, untuk membuat tiga camilan tersebut sangat mudah. Terlebih bahan baku yang digunakan melimpah di Kota Palangka Raya.
Seperti membuat stik kelor, hanya memerlukan daun kelor yang mudah ditemui, tepung ketan, telur, mentega, air, bawang putih dan penyedap rasa. Untuk daun kelor ia beli dari warga Kelurahan Kalampangan, Kota Palangka Raya.
Untuk pemasarannya, Nur Suraini menyebut kini tak terlalu terkendala. Pasalnya, kini ia bisa menjual camilannya di media sosial.
“Selain itu, saya juga nitip ke toko oleh-oleh dan dibantu Galeri PLUT yang menampung produk UMKM. Rata-rata penjualan saat ini 50 bungkus per bulan. Satu bungkus harganya Rp10 ribu,” terang Nur Suraini yang kesehariannya menyediakan bahan makanan bagi pasien di RS Kalampangan ini.
Meski pemasaran tiga camilan yang dibuatnya tidak terkendala, Nur Suraini berharap pemerintah daerah tetap membantu usaha UMKM, supaya tetap bertahan di tengah pandemi.
“Saya berharap pandemi cepat berlalu. Saya juga berharap besar kepada pemerintah untuk bisa membantu dalam pengembangan usaha kami, agar lebih maju lagi,” tandasnya. (aza)