Mungkinkah Indonesia Terapkan 4 Hari Kerja? Eropa dan Jepang Sudah! Intip Manfaat dan Tantangannya
KALTENG.CO-Selama ini, sistem kerja lima hari dengan dua hari libur sudah menjadi standar di Indonesia, baik di pemerintahan maupun swasta. Namun, di berbagai belahan dunia, sebuah tren baru muncul: sistem empat hari kerja dengan tiga hari libur.
Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat, melainkan pergeseran filosofis untuk mengatasi burnout dan mencapai keseimbangan hidup yang lebih baik.
Inti dari sistem ini sederhana: fokus bergeser dari durasi kerja ke produktivitas berbasis hasil. Tujuannya adalah bekerja lebih cerdas, bukan lebih lama.
Dengan jam kerja yang lebih singkat tetapi gaji dan beban kerja tetap, karyawan didorong untuk lebih efisien dan inovatif. Hasilnya, mereka memiliki waktu ekstra untuk beristirahat, memulihkan diri, dan mengejar minat pribadi.
Pandemi Sebagai Katalis dan Bukti Nyata
Perubahan ini tak terjadi begitu saja. Pandemi Covid-19 berperan sebagai katalis, memaksa banyak perusahaan untuk beradaptasi dengan fleksibilitas yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Pengalaman ini membuktikan bahwa kinerja optimal tidak selalu bergantung pada kehadiran fisik di kantor.
Beberapa negara telah membuktikan keberhasilan sistem ini melalui uji coba skala besar:
- Inggris Raya dan Portugal: Uji coba besar menunjukkan bahwa model 100% gaji untuk 80% waktu kerja dengan komitmen 100% produktivitas berhasil. Bahkan, 92% perusahaan di Inggris memutuskan untuk melanjutkan skema ini secara permanen.
- Jerman: Dikenal dengan jam kerja yang efisien, Jerman meluncurkan program percontohan. Inisiatif ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan karyawan, tetapi juga menjadi strategi untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja.
- Islandia: Sebagai pelopor, Islandia menjalankan uji coba dari 2015-2019 yang hasilnya sangat positif. Kini, hampir 90% populasi pekerja di sana memiliki jam kerja yang lebih pendek, yang secara signifikan mengurangi stres.
- Jepang: Menanggapi tingginya kasus karoshi (kematian akibat kerja berlebihan), pemerintah Jepang mendorong perusahaan seperti Microsoft untuk menguji coba model ini. Hasilnya, produktivitas melonjak hingga 40%.
Mungkinkah Diterapkan di Indonesia?
Fenomena ini mengundang pertanyaan: apakah sistem kerja empat hari bisa diterapkan di Indonesia? Tentu saja ada tantangan. Keberagaman workflow dan kebijakan yang sudah mengakar kuat menjadi pertimbangan utama. Selain itu, beban kerja yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang masih fluktuatif seringkali membuat pencapaian work-life balance terasa sulit. Sektor-sektor tertentu, seperti layanan kesehatan dan manufaktur, juga mungkin menghadapi kendala operasional yang lebih kompleks.
Meskipun demikian, gagasan ini tetap patut dipertimbangkan. Sistem ini mengundang kita untuk membayangkan sebuah masa depan di mana pekerjaan tidak lagi mendominasi seluruh aspek kehidupan. Dengan waktu ekstra untuk keluarga, hobi, atau pengembangan diri, kita bisa menjadi individu yang lebih utuh dan produktif.
Sistem empat hari kerja bukan hanya tentang efisiensi ekonomi, melainkan juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih sehat, bahagia, dan berdaya.
Ini adalah langkah maju menuju era di mana kerja dan hidup dapat berjalan seiring, saling mendukung satu sama lain, dan menciptakan masa depan yang lebih sejahtera. (*/tur)




