PHRI & PPKHI Kalteng Tolak Road Race di Taman Kota Sampit Alasan Hukum, Akses Publik, dan Keamanan
SAMPIT, Kalteng.co – PHRI Kalimantan Tengah bersama PPKHI Kalimantan Tengah secara resmi menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pelaksanaan road race/Gubernur Motor Prix Open Race di Taman Kota Sampit pada 13–14 Desember 2025. Penetapan lokasi ini di anggap melanggar berbagai regulasi, merugikan publik, dan berpotensi menimbulkan dampak hukum serius.
Menurut Ketua PHRI/PPKHI, Suriansyah Halim,SH., SE., MH., CLA., penetapan Taman Kota Sampit sebagai venue road race jelas bertentangan dengan Surat Edaran Bupati Kotawaringin Timur 31 Mei 2024 — yang secara tegas melarang kegiatan berskala besar di sisi barat taman (Jalan Yos Sudarso).
“Bagaimana mungkin Pemda mengabaikan surat sendiri? Jika ini di lanjutkan, jelas ada maladministrasi,” tegas Suriansyah Halim, Kamis (11/12/2025).
Ia memperingatkan, bahwa pelanggaran ini bisa mengundang sanksi administratif, bahkan evaluasi pejabat terkait.
Penolakan juga di dasari fakta bahwa acara seperti ini selalu membawa dampak negatif terhadap warga:
1• Akses bagi pasien layanan Klinik Terapung / Obor Terapung terhambat.
2• Ibadah di Gereja Katolik Santo Joan Don Bosco berpotensi terganggu.
3• Area taman — yang semestinya menjadi ruang terbuka hijau, aman dan nyaman — berubah menjadi zona berisiko tinggi, penuh kebisingan, kerumunan, dan potensi kerusakan fasilitas.
Olahraga Otomotif Sah Dan Perlu Di Kembangkan Asalkan Tidak Merugikan Warga
Menurut PHRI/PPKHI, penyelenggaraan event semacam itu di taman merupakan bentuk “privatisasi ruang publik” yang merugikan warga, bukan melayani publik.
Dalam surat keberatan, PHRI/PPKHI merujuk sejumlah regulasi yang di langgar jika event tetap di gelar di taman termasuk undang-undang tata ruang, lingkungan, layanan publik, hak beribadah, serta lalu lintas.
Jika pemerintah daerah dan penyelenggara memaksakan event, PHRI/PPKHI memperingatkan kemungkinan:
1• Somasi, pengaduan ke Ombudsman RI, hingga gugatan hukum.
2• Gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum (PMH).
3• Class action jika dampak meluas ke warga banyak.
4• Pelaporan pidana bila terbukti unsur intimidasi atau pelanggaran izin.
PHRI/PPKHI secara tegas meminta agar rencana pelaksanaan di batalkan, dan penyelenggara mencari lokasi alternatif yang:
1• Memenuhi standard keselamatan dan teknis (misalnya sirkuit resmi).
2• Tidak mengganggu layanan publik, ibadah, dan akses kesehatan.
3• Ada jaminan perizinan transparan izin keramaian Polri, rekomendasi Dis hub, dokumen lingkungan, manajemen risiko, dan rencana lalu lintas.
“Olahraga otomotif sah dan perlu di kembangkan asalkan tidak merugikan warga, tidak merusak ruang publik, dan di lakukan secara tertib,” ujar Suriansyah Halim.
PHRI/PPKHI menegaskan, bahwa jika keberatan ini di abaikan mereka siap menempuh jalur hukum penuh: administrasi, perdata, dan pidana.
“Ini bukan gertak sambal. Bila pemerintah dan penyelenggara tetap memaksakan Taman Kota Sampit sebagai lokasi, maka konsekuensinya menjadi tanggung jawab mereka sendiri,” tutup Suriansyah. (ril/pra)
EDITOR: MATURIDI




