KALTENG.CO-Pemerintah Indonesia sedang menggodok regulasi untuk memasukkan obat tradisional (fitofarmaka) ke dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan obat tradisional di Indonesia, yang memiliki potensi besar dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman berkhasiat.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa potensi obat tradisional Indonesia masih sangat rendah. Dari 30.000 spesies, hanya 17.264 yang teridentifikasi sebagai obat asli Indonesia, 78 jenis yang berstatus Obat Herbal Terstandar (OHT), dan hanya 21 yang mencapai tingkat fitofarmaka.
Tantangan dan Peluang
Tantangan utama adalah minimnya riset dan pengembangan oleh industri farmasi. Namun, dengan masuknya obat tradisional ke dalam sistem JKN, diharapkan penggunaan akan meningkat, menarik minat industri untuk berinvestasi.
“Ketika penggunaan meningkat, menarik bagi kalangan industri,” jelas Taruna.
Potensi ekonomi dari pengelolaan spesies berkhasiat ini mencapai Rp 300 triliun per tahun, yang akan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan industri kesehatan dan farmasi nasional.
Kolaborasi BPOM dan Kementan
Untuk memaksimalkan potensi ini, BPOM dan Kementerian Pertanian (Kementan) menjalin kerja sama. Kementan siap menyediakan lahan khusus untuk tanaman berkhasiat, sementara BPOM akan mengawal riset dan pengembangan obat tradisional.
“Potensi pengembangan obat asli Indonesia sangat besar,” kata Taruna.
Mentan Andi Amran juga menyatakan kesiapannya untuk mendukung program ini dengan menyediakan lahan khusus untuk tanaman berkhasiat yang telah teruji secara ilmiah.
Pengembangan obat tradisional akan fokus pada kebutuhan masyarakat, seperti obat untuk kebugaran, kecantikan, tekanan darah tinggi, dan lainnya. Obat-obatan berbasis tanaman khas Indonesia yang efektif pasti akan diminati oleh masyarakat. (*/tur)