Ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Pukul Wartawan di Semarang, PFI-AJI Protes!

KALTENG.CO-Insiden kekerasan yang dilakukan oleh ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) terhadap sejumlah jurnalis di Stasiun Tawang Semarang saat peliputan arus balik Lebaran berbuntut panjang.
Organisasi wartawan Pewarta Foto Indonesia (PFI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengeluarkan pernyataan sikap tegas mengecam tindakan represif tersebut.
Peristiwa tidak menyenangkan ini terjadi pada Sabtu (5/4/2025) ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan peninjauan arus balik di Stasiun Tawang Semarang.
Sejumlah jurnalis yang tengah menjalankan tugasnya merekam momen Kapolri berinteraksi dengan calon penumpang kereta api tiba-tiba didatangi oleh ajudan Kapolri yang meminta mereka untuk mundur dengan cara yang kasar.
“Dengan cara mendorong dengan cukup kasar,” ungkap Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang, Dhana Kencana, dalam pernyataan tertulis yang dirilis pada Minggu (6/4/2025).
Pewarta Foto Dipukul di Kepala, Ancaman Verbal Dilontarkan
Lebih lanjut, Dhana Kencana menjelaskan kronologi kekerasan yang dialami oleh pewarta foto Kantor Berita Antara, Makna Zaezar. Setelah diminta mundur, Makna Zaezar kemudian bergerak menjauh menuju area sekitar peron. Namun, tak disangka, seorang ajudan Kapolri menghampirinya dan melakukan tindakan kekerasan fisik.
“Sesampainya di situ, ajudan tersebut menghampiri Makna kemudian melakukan kekerasan dengan cara memukul kepala Makna,” lanjut Dhana.
Selain Makna, kekerasan fisik juga dilaporkan dialami oleh sejumlah jurnalis lain yang tengah meliput di lokasi.
Tak hanya kekerasan fisik, oknum polisi yang diduga ajudan Kapolri tersebut juga mengeluarkan ancaman verbal kepada para jurnalis. Ia terdengar melontarkan kalimat intimidatif, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari institusi Polri terkait dugaan insiden pemukulan oleh ajudan Kapolri saat berada di Semarang tersebut.
AJI Semarang Sebut Pelanggaran UU Pers, Pelaku Bisa Dipidana
Ketua Divisi Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Daffy Yusuf, menilai tindakan kekerasan dan penghalangan kerja jurnalistik ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal tersebut secara jelas mengatur bahwa
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi 1 pelaksanaan tugas jurnalistik dipidana 2 dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tuntutan PFI dan AJI: Permintaan Maaf Terbuka dan Sanksi Tegas
Menyikapi insiden ini, PFI Semarang dan AJI Semarang mengeluarkan pernyataan sikap yang mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ajudan Kapolri terhadap jurnalis. Kedua organisasi yang merupakan anggota Dewan Pers ini juga mengecam segala bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang merupakan pilar penting dalam negara demokrasi.
Dalam pernyataan sikapnya, PFI Semarang dan AJI Semarang menuntut beberapa hal, di antaranya:
- Permintaan maaf terbuka dari ajudan Kapolri yang telah melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis.
- Polri memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang terbukti melakukan kekerasan dan penghalangan terhadap kerja jurnalistik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Seruan Solidaritas dan Pengawalan Kasus
Di akhir pernyataan sikapnya, PFI Semarang dan AJI Semarang menyerukan kepada pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk belajar dari insiden ini agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.
Mereka juga mengajak seluruh media, organisasi wartawan lainnya, serta masyarakat sipil untuk turut mengawal kasus kekerasan terhadap jurnalis ini hingga tuntas, demi tegaknya kebebasan pers dan keamanan para pekerja media dalam menjalankan tugasnya. (*/tur)