APBN Mei 2025: Defisit Rp 21 Triliun, Sri Mulyani Pastikan Terkendali dan Berfungsi sebagai Penyangga Ekonomi

KALTENG.CO-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi cermin kesehatan perekonomian suatu negara.
Hingga 31 Mei 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa APBN Indonesia mencatat defisit sebesar Rp 21 triliun, setara dengan 0,09 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini, meski menunjukkan defisit, dipastikan masih sangat terkendali dan jauh di bawah target defisit APBN 2025 yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024, yaitu sebesar Rp 616,2 triliun.
“Defisit kita Rp 21 triliun masih jauh di bawah keseluruhan defisit sesuai dengan Undang-Undang 62 tahun 2024,” tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025. Pernyataan ini memberikan sinyal positif bahwa pemerintah tetap memegang kendali atas keuangan negara di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Pendapatan Negara Hampir Sentuh Rp 1.000 Triliun, Bukti Ketahanan Ekonomi
Kinerja pendapatan negara hingga akhir Mei 2025 menunjukkan tren yang menggembirakan. Total pendapatan negara telah mencapai Rp 995,3 triliun, yang berarti pemerintah sudah berhasil mengumpulkan 33,1 persen dari target pendapatan tahun ini. Angka ini juga menunjukkan peningkatan signifikan dari bulan sebelumnya, di mana dalam satu bulan Mei saja, pendapatan negara bertambah hampir Rp 185,7 triliun.
Rinciannya, penerimaan dari sektor pajak mencapai Rp 683,3 triliun (31,2 persen dari target), sementara bea dan cukai berhasil mengumpulkan Rp 122,9 triliun (40,7 persen dari target). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga menunjukkan performa solid dengan pencapaian Rp 188,7 triliun, atau 36,7 persen dari target APBN.
“Ini cukup bagus dari sisi pencapaian persentase terhadap target,” ujar Menkeu, menggarisbawahi efektivitas kebijakan fiskal dalam mengoptimalkan penerimaan negara.
Belanja Negara Terus Digesa untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi belanja, hingga 31 Mei 2025, belanja negara telah terealisasi sebesar Rp 1.016,3 triliun, atau 28,1 persen dari target Rp 3.621,3 triliun. Ini mencakup Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp 694,2 triliun (25,7 persen dari target), yang terbagi dalam belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 325,7 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp 368,5 triliun.
Selain itu, belanja transfer ke daerah (TKD) juga menunjukkan progres yang baik dengan realisasi Rp 322 triliun (35 persen dari target). Percepatan belanja ini krusial untuk stimulasi ekonomi di daerah, pembangunan infrastruktur, serta pelayanan publik.
Dengan kinerja pendapatan dan belanja ini, APBN masih mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp 192,1 triliun, lebih tinggi dari surplus April sebesar Rp 173,9 triliun. Keseimbangan primer yang surplus menunjukkan kemampuan pemerintah untuk membayar beban bunga utang dari pendapatan yang terkumpul, sebuah indikator kesehatan fiskal yang penting.
Defisit APBN sebagai Counter Cyclical: Menjaga Stabilitas Ekonomi Nasional
Pembiayaan anggaran hingga 31 Mei 2025 tercatat Rp 324,8 triliun, meningkat dari bulan April yang sebesar Rp 279,2 triliun. Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit APBN bukan sekadar angka, melainkan strategi pemerintah untuk melakukan counter cyclical. Artinya, di saat perekonomian cenderung mengalami tekanan atau perlambatan, APBN berperan sebagai penyangga yang dapat mendorong aktivitas ekonomi.
“Defisit APBN bertujuan untuk melakukan counter cyclical sehingga ekonomi yang cenderung mengalami tekanan dan perlemahan bisa di-counter siklusnya dengan APBN. Sehingga perlemahannya tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi dan terutama pada masyarakat,” jelas Menkeu. Konsep ini penting untuk memitigasi risiko resesi dan menjaga daya beli masyarakat, serta mendorong investasi.
Dinamika Global Memengaruhi Postur APBN
Menutup paparannya, Sri Mulyani menyoroti bahwa postur APBN, terutama terkait pendapatan negara, sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi global dan kondisi geopolitik. Faktor-faktor seperti perang, fluktuasi harga komoditas, dan pertumbuhan ekonomi global memiliki dampak spillover yang signifikan terhadap pendapatan negara.
Ini menunjukkan bahwa pengelolaan APBN bukan hanya persoalan internal, melainkan juga memerlukan pemantauan cermat terhadap perkembangan eksternal yang dapat memengaruhi penerimaan dan kebutuhan belanja negara.
Dengan pemahaman komprehensif terhadap kondisi APBN hingga Mei 2025 ini, masyarakat dapat melihat bagaimana pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas fiskal dan menggunakan APBN sebagai instrumen strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan rakyat Indonesia. (*/tur)