
KALTENG.CO-Kabar gembira bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)! Kini, ASN bisa bekerja lebih fleksibel, baik dari segi jam kerja maupun lokasi kerja (Work From Anywhere/WFA).
Terobosan ini difasilitasi melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) No. 4/2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN Secara Fleksibel pada Instansi Pemerintah.
Aturan ini, yang resmi diundangkan pada 21 April 2025, bertujuan menghadirkan budaya kerja yang lebih adaptif dan modern di lingkungan birokrasi.
Budaya Kerja Adaptif dan Modern untuk ASN
Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menjelaskan bahwa regulasi ini merupakan langkah strategis untuk mewujudkan budaya kerja yang lebih dinamis. Menurutnya, ASN saat ini tidak hanya dituntut profesional, tetapi juga harus mampu menjaga motivasi dan produktivitas dalam menjalankan tugas.
“Karena itu, fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi untuk menjawab kebutuhan kerja yang semakin dinamis,” ujar Nanik dalam keterangan resminya yang dikutip pada Kamis (19/6/2025).
Dalam PermenPANRB No. 4/2025 ini, fleksibilitas kerja yang diatur mencakup kerja dari kantor (WFO), rumah (WFH), serta lokasi tertentu (WFA). Selain itu, aturan ini juga mengatur jam kerja yang dinamis, disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan karakteristik tugas masing-masing ASN.
Meski demikian, Nanik menegaskan bahwa penerapan fleksibilitas kerja ini tidak boleh sedikit pun mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Justru sebaliknya, kebijakan ini diharapkan dapat membuat ASN bekerja lebih fokus, adaptif terhadap perkembangan, dan mencapai keseimbangan hidup yang lebih baik.
Peran Pemimpin dan Pengawasan Ketat
Implementasi sistem kerja fleksibel ini tentu membutuhkan dukungan penuh dari pimpinan institusi. Kepala Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, Rukijo, menekankan bahwa fleksibilitas kerja tidak akan berjalan optimal tanpa kepedulian, pengawasan, serta keteladanan dari para atasan.
“Pimpinan tidak cukup hanya menyetujui pengaturan kerja fleksibel. Mereka juga harus hadir dalam proses pembinaan, evaluasi, serta menjadi contoh dalam menjaga etika dan disiplin kerja,” tegas Rukijo.
Senada dengan itu, Anggota Komisi II DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, mengingatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap kebijakan fleksibilitas kerja ini. Tanpa pengawasan yang memadai, dikhawatirkan pelayanan publik atau kinerja ASN bisa menurun, bahkan berujung pada pemborosan anggaran.
“Ini ide bagus. Tapi tanpa karakter dan pengawasan bisa pemborosan. Apa yang baik jika tidak diawasi akan rusak,” papar Mardani. Ia bahkan menyarankan agar kebijakan ini diawali dengan percontohan (pilot project) terlebih dahulu, tidak serta merta disamaratakan untuk semua instansi. “Karena jika gebyah uyah bahaya,” tambahnya.
Oleh karena itu, Mardani meminta agar implementasi PermenPANRB No. 4/2025 ini dievaluasi secara berkala. Jika terbukti sukses dan berdampak positif, barulah kebijakan tersebut dapat diperluas.
Adaptasi Keniscayaan di Era Digital
Perubahan industri dan cara kerja ini merupakan keniscayaan dari perkembangan teknologi digital dan pergeseran gaya hidup masyarakat global. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya mengubah cara ASN bekerja, tetapi juga mendorong penyesuaian model bisnis dan pola konsumsi layanan publik di masa depan.
Dengan adanya PermenPANRB No. 4/2025, masa depan birokrasi Indonesia diharapkan menjadi lebih adaptif, efisien, dan tetap profesional dalam melayani masyarakat. Bagaimana pendapat Anda tentang kebijakan fleksibilitas kerja ASN ini? (*/tur)