Auditor Tipikor PSR Barito Utara, PH Terdakwa Persoalkan Status Saksi Ahli Kerugian Negara, Ini Alasannya
PALANGKA RAYA, Kalteng.co-Persidangan lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipkor) Program Sawit Rakyat (PSR) di Barito Utara, yang seharusnya mengagendakan pemeriksaan saksi ahli ditunda atas permintaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam persidangan yang digelar di pengadilan Tipikor pada PN Palangka Raya ini, seharusnya menghadirkan saksi ahli kerugian Negara dan saksi ahli hukum pidana.
“Saat ini kedua saksi sedang ada kesibukannya masing-masing, olehkarenanya kita memohon persidangan ditunda pada pekan depan,”ujar perwakilan JPU.
JPU juga menyebutkan, khusus untuk saksi ahli kerugian Negara meminta agar dapat menyampaikan kesaksikan pada persidangan pekan depan melalui platform zoom meeting.
“Saat ini saksi ahli sedang berada di Jerman mendampingi anaknya yang sedang berobat,”kata JPU kepada Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili, SH MH.
Nah, saat permintaan JPU agar saksi ahli kerugian Negara ini menyampaikan kesaksian melalui zoom meeting, Rahmadi G Lentam selaku Penasehat Hukum (PH) terdakwa sempat mempersoalkan tentang status dan kapasitas saksi ahli keuangan Negara yang pergunakan pihak JPU.
Dalam hal ini adalah Dr Hernold Ferry Makawimbang, MSi, MH sebagai auditor yang dipergunakan pihak kejaksaan dalam perkara dugaan Tipikor PSR di Kabupaten Barito Utara. “Dalam media resmi kejaksaan selalu disebutkan bahwa kerugian negara dalam perkara PSR ini, bersumber dari pemeriksaan BPK dan BPKP, padahal saksi ahli kerugian Negara yang dipakai oleh kejaksaan bukan karyawan BPK maupun BPKP, melainkan auditor independen,”ungkap Rahmadi G Lentam.
Hal ini juga menjadi pertanyaan oleh Ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili. Menurutnya, institusi penyidik seperti kejaksaan seharusnya mendasarkan kerugian Negara kepada audit resmi dari BPK atau BPKP, bukannya auditor dari luar.
Seperti diketahui, Kejaksaan Barito Utara menetapkan tiga tersangka dalam program sawit rakyat (PSR) di Barito Utara, yang berasal dari unsur organisasi pemerintah daerah (OPD), pengurus Koperasi Solai Bersama, dan kontraktor proyek, dengan total kerugian mencapai Rp 10 miliar.
Ketiga tersangka tersebut disangkakan Primair : Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomo : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, Subsidiair: Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomo : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(*/tur)