Batita Anda GTM? Kenali 5 Pemicunya Agar Cepat Teratasi Tanpa Drama!
KALTENG.CO-Gerakan Tutup Mulut (GTM) adalah fenomena yang belakangan ini kerap menjadi kekhawatiran terbesar bagi banyak orang tua. Mengapa demikian? Kondisi ini sering muncul tiba-tiba, tanpa penyebab yang jelas, dan berlangsung dalam waktu yang tidak menentu.
GTM biasanya hanya ditandai dengan anak tidak tertarik pada makanan, menutup mulut rapat-rapat saat disuapi, atau mudah terdistraksi oleh hal-hal kecil di sekitarnya. Tak jarang, lauk favorit yang sehari sebelumnya habis dalam sekejap justru ditolak mentah-mentah, membuat orang tua merasa bingung dan putus asa.
Setiap waktu makan pun kerap berubah menjadi perjuangan, penuh bujukan, rayuan, bahkan drama yang menguras emosi. Akan tetapi, jangan khawatir, GTM tidak selalu menandakan masalah serius. Dalam banyak kasus, kondisi ini berkaitan dengan perubahan mood, fase perkembangan normal, atau pola makan yang tidak teratur.
Jika dipahami dengan benar, GTM sebenarnya bisa ditangani dengan mudah. Namun, karena gejalanya tidak selalu jelas dan berbeda pada tiap anak/batita (bayi tiga tahun), orang tua sering kesulitan mengetahui akar masalahnya. Akibatnya, respons yang diberikan terkadang tidak tepat dan justru memperpanjang durasi GTM.
Oleh karena itu, simak 5 kemungkinan berikut sebelum menentukan strategi yang sesuai. Tujuannya agar waktu makan bisa kembali terasa positif bagi anak maupun orang tua.
1. Anak Memang Tidak Lapar: Perhatikan Jarak Waktu Makan
Anak tidak selalu memiliki pola lapar yang sama setiap hari. Ada kalanya, tanpa disadari, mereka sudah mendapatkan cukup energi dari susu atau camilan yang dikonsumsi sebelumnya.
Jika jarak antara waktu minum susu, makan snack, dan waktu makan utama terlalu dekat, perut anak masih terasa kenyang sehingga wajar bila ia menolak makanan. Kondisi ini biasanya terlihat dari cara mereka menolak makanan sejak pertama kali disajikan, meski tetap tampak aktif dan tidak menunjukkan tanda-tanda sedang sakit.
Cara Mengatasi:
- Atur jadwal makan dan snack sesuai kebutuhan. Ciptakan rutinitas yang konsisten.
- Hindari susu atau snack minimal satu jam sebelum makan utama. Beri jeda waktu yang cukup agar sinyal lapar muncul.
- Berikan porsi kecil untuk memancing minat makan. Lebih baik menambah jika anak meminta, daripada menyajikan porsi besar yang langsung membuatnya enggan.
2. Picky Eating (Pilih-Pilih Makanan): Fase Perkembangan Normal
Menurut Healthy Children (American Academy of Pediatrics), perilaku picky eating atau pilih-pilih makanan pada anak, terutama usia 2 hingga 4 tahun, adalah hal yang sangat umum terjadi.
Pada usia ini, anak sedang ingin mandiri dan cenderung kuat mempertahankan pilihannya sendiri, termasuk saat makan. Fase ini normal, namun bisa terasa melelahkan jika tidak dipahami sebagai bagian dari tumbuh kembang mereka.
Cara Mengatasi:
- Biasakan Makan Bersama Keluarga: Anak cenderung meniru kebiasaan makan orang tua. Saat keluarga makan makanan seimbang sambil menunjukkan sikap mau mencoba makanan baru, anak biasanya akan lebih mudah mengikuti.
- Berikan Pilihan, Bukan Paksaan: Biarkan anak memilih apa dan berapa banyak yang ingin mereka makan dari makanan yang disajikan. Hindari membuatkan menu berbeda ketika mereka menolak, namun pastikan selalu ada satu makanan yang relatif disukainya.
- Tetap Tawarkan Makanan yang Ditolak: Beberapa anak membutuhkan 15–20 kali paparan sebelum akhirnya menerima dan menyukainya. Jangan menyerah menawarkan meskipun ditolak berkali-kali.
- Libatkan Anak dalam Proses Makan: Ajak anak memilih bahan makanan, menanam sayur, atau membantu memasak. Anak yang merasa memiliki peran dalam prosesnya biasanya lebih berani mencoba makanan tersebut.
3. Anak Sedang Tidak Enak Badan (Sakit, Tumbuh Gigi, atau Masalah Pencernaan)
Nafsu makan anak juga bisa menurun ketika tubuh sedang berusaha melawan virus atau bakteri. Saat sistem imun menurun, tubuh otomatis memprioritaskan energi untuk proses pemulihan, bukan untuk makan.
Salah satu penyebab yang sering tidak disadari adalah masalah pencernaan. Ketika anak mengalami sembelit, perutnya terasa penuh, kembung, dan tidak nyaman sehingga wajar jika ia enggan makan. Pertumbuhan gigi juga dapat membuat anak menolak makan karena gusi terasa nyeri dan sensitif, membuat mereka tidak nyaman mengunyah.
Cara Mengatasi:
- Kenali gejala dan cari tahu penyebabnya: Berikan penanganan yang tepat untuk penyakit yang sedang dirasakan (misalnya obat demam, pereda nyeri gusi, atau penanganan sembelit).
- Perhatikan asupan makanan: Pastikan makanan bergizi dengan tekstur yang lembut (bubur, sup) untuk mengurangi rasa sakit saat menelan atau mengunyah.
- Pastikan tidak dehidrasi: Perbanyak minum air putih atau cairan.
- Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, agar tetap ada makanan yang masuk sebagai energi.
- Jika gejala berlangsung lebih dari 48 jam, segera konsultasikan ke dokter.
4. Distraksi saat Makan (Gadget, TV, Mainan): Pentingnya Mindful Eating
Terlalu banyaknya distraksi (gadget, televisi, atau mainan) di sekitar anak adalah alasan umum GTM. Ketika perhatian sepenuhnya tertuju pada layar, anak menjadi tidak peka terhadap sinyal lapar maupun kenyang. Akibatnya, mereka bisa menolak makan di awal atau justru makan sangat sedikit.
Menurut Mayo Clinic, kebiasaan makan sambil menonton dapat menciptakan pola makan yang kurang sehat. Anak menjadi terbiasa menunggu “hiburan” sebelum mau membuka mulut, dan hal ini memicu mindless eating atau makan tanpa memperhatikan sinyal tubuh.
Cara Mengatasi:
- Buat aturan “Waktu Makan Bebas Layar” (Screen-Free Meals) saat berada di meja makan.
- Tetapkan “Zona Bebas Layar” di rumah, misalnya menjadikan ruang makan sebagai zona fokus hanya pada makanan dan interaksi keluarga.
- Gunakan rutinitas yang konsisten. Anak akan belajar bahwa meja makan adalah tempat untuk makan, bukan untuk bermain atau menonton.
5. Tekanan, Ancaman, atau Dipaksa Makan: Jauhi Lingkungan Negatif
Anak yang merasa tertekan saat makan cenderung semakin menolak makanan. Tekanan, baik berupa desakan, ancaman, paksaan, atau suasana makan yang tegang, membuat anak mengaitkan waktu makan dengan pengalaman negatif. Alih-alih belajar menikmati makanan, mereka justru mengembangkan rasa cemas setiap kali melihat meja makan.
Tanda anak merasa tertekan meliputi: menangis saat melihat meja makan, mengatupkan mulut kencang, mendorong piring, hingga penolakan secara verbal dan dramatis.
Cara Mengatasi:
- Terapkan Prinsip Division of Responsibility: Orang tua menentukan apa dan kapan makanan disajikan, anak menentukan berapa banyak yang ingin mereka makan.
- Berikan pilihan terbatas: Misalnya, “Mau wortel atau brokoli?” Alih-alih “Mau makan apa?”
- Hindari ancaman atau imbalan berlebihan (misalnya, “Kalau habis, nanti dapat permen”).
- Fokus pada suasana makan yang positif dan santai, bukan pada jumlah makanan yang dihabiskan.
Kapan Harus ke Dokter?
Menurunnya nafsu makan adalah fase yang sangat umum, terutama pada toddler. Dalam banyak kasus, kebiasaan makan akan membaik ketika anak berada dalam suasana makan yang nyaman, tanpa tekanan, dan mengikuti jadwal yang konsisten.
Namun, orang tua tetap perlu waspada terhadap tanda bahaya. Segera konsultasikan ke tenaga kesehatan bila anak menunjukkan tanda-tanda yang tidak wajar, seperti:
- Penurunan berat badan yang signifikan.
- Tidak mau makan lebih dari tiga hari.
- Gejala dehidrasi (jarang pipis atau bibir tampak kering).
- Kesulitan menelan atau bernapas.
- Muntah terus-menerus.
Bila keluhan berlangsung lama atau tampak mengganggu pertumbuhan dan aktivitas anak, mendapatkan pertolongan medis sedini mungkin adalah langkah terbaik untuk memastikan kesehatan mereka tetap terjaga. (*/tur)




