BeritaNASIONALPOLITIKA

Bercermin dari Kasus Ganjar di Jateng, Kepala Daerah Rawan Politisasi Dana Umat

KALTENG.CO-Penggunaan dana yang bersumber dari Baznas oleh Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, untuk rehab rumah kader PDI Perjuangan (PDIP) perlu menjadi pembelajaran seluruh masyarakat.

Pasalnya, dana yang dikumpulkan dana umat atau dana kedermawanan publik, sangat rentan dipergunakan untuk kepentingan politis kepala daerah, terutama di tahun politik menjelang Pemilu 2024.

Masuk musim politik, dana kedermawanan publik rawan disalahgunakan, untuk kepentingan elektoral. Lemahnya aturan dan pengawasan, terkait penyaluran dana kedermawanan pada masyarakat, membuka peluang besar adanya politisasi.

Kasubdit Akreditasi dan Audit Syariah Lembaga Zakat Muhibbuddin menyampaikan, seharusnya dana yang berasal dari umat tidak boleh dipolitisasi, untuk kepentingan partai politik tertentu.

Kejadian politisasi dalam pembagian zakat dapat merusak kepercayaan masyarakat. Para komisioner Baznas harus menghindari penyerahan, bantuan dengan menghadirkan salah satu kandidat politik tertentu.

”Kehatian-kehatian perlu dilakukan, peluang penyalahgunaan dana kedermawanan publik, untuk kepentingan elektoral memang sangat besar. Maka kami mewanti-wanti agar dana umat yang disalurkannya jangan diintervensi para pemegang kekuasaan untuk kepentingan politik praktis,” kata dia dalam forum diskusi forum zakat Bidang II Advokasi secara daring, Kamis (6/1/2023).

Muhibbuddin menambahkan, ada dua hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi penyalahgunaan penyaluran dana publik. Pertama secara regulasi harus ditegaskan bahwa penyaluran dana zakat atau dana publik harus aman, independen, dan syar’i.

Kedua, jangan sekali-kali mencederai kepercayaan masyarakat, dengan adanya unsur politisasi dalam penyaluran dana kedermawanan dan dana zakat.

”Maka kami minta masyarakat juga memiliki kepedulian untuk ikut mengawal hal ini, supaya menjelang musim politik kedepannya, semua siap menghadapinya,” imbuhnya.

Anggota DPR RI Daerah Jawa Barat III Diah Pitaloka mengakui memasuki musim politik banyak peluang kepala daerah, yang menyalahgunakan dana kedermawanan untuk kampanye.

Tipisnya irisan aturan dan kode etik antara pemerintah dan penyaluran dana berpeluang besar terjadi penyelewengan. Jika dalam penyalurannya dana umat, maupun zakat dibarengi dengan atribut suatu lembaga atau label tertentu bisa dikatakan sebagai politisasi.

”Kadang ada juga zakat yang diberi stiker atau label, ini yang seharusnya tidak boleh. Zakat itu secara etika sifatnya klir dan tidak boleh dipolitisasi salah satunya di stempel atau diberi stiker. Jika ditemukan bisa dipersoalkan oleh bawaslu atau oleh kementrian agama,” ungkapnya.

Aktivis hukum dan akademisi Indonesia Feri Amsari menegaskan, pengaturan dana kampanye partai politik di Indonesia masih terlalu lemah. Banyak perbuatan pidana yang dilakukan para pejabat dengan penyelewengan dana zakat.

Namun khusus bagian tersebut tidak ada tindak pidananya, dan sulit untuk diproses.

”Kalau di Indonesia tindakannya sudah ketahuan, ada nih penyelewengan dana publik. Tetapi parahnya, pesertanya tidak mau mundur. Aparat penegak hukumnya tidak mau menegakkan hukum. Partainya melindungi dan rakyatnya ikut memilih lagi, itu yang berat,” tandasnya. (*/tur)

Related Articles

Back to top button