KALTENG.CO-Indonesia hadir di panggung global Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30), bukan sebagai penonton, melainkan sebagai pemimpin aksi iklim yang membawa bukti konkret.
Forum yang dijuluki “COP of Truth” ini menjadi momentum bagi Pemerintah Indonesia untuk menegaskan bahwa komitmen iklim bukan lagi sekadar janji, tetapi telah terwujud dalam hasil nyata di lapangan.
Melalui Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa pembangunan hijau adalah keharusan sekaligus keuntungan ekonomi.
🚀 Dari Retorika ke Aksi: Bukti Kepemimpinan Iklim
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan posisi Indonesia. Pernyataannya di Belém, Brasil, menyoroti pergeseran fokus dari perundingan ke implementasi.
“COP30 menjadi momentum untuk membuktikan bahwa pembangunan hijau tidak hanya mungkin, tetapi juga menguntungkan. Indonesia membangun kepemimpinan dari aksi nyata, bukan sekadar janji,” ujar Menteri Hanif.
Penegasan ini didukung oleh serangkaian capaian signifikan yang menjadi tulang punggung narasi Indonesia di COP30:
- Penurunan Deforestasi Masif: Angka deforestasi berhasil ditekan hingga 75 persen sejak tahun 2019, sebuah lompatan historis dalam menjaga paru-paru dunia. Data ini membuktikan efektivitas kebijakan pengelolaan hutan lestari dan pengendalian karhutla (kebakaran hutan dan lahan).
- Restorasi Lahan Kritis: Upaya restorasi lahan kritis telah mencapai luasan 950.000 hektare. Kegiatan rehabilitasi ini vital dalam mengembalikan fungsi ekologis lahan yang terdegradasi dan meningkatkan daya serap karbon.
- Pengakuan Hutan Adat: Pemerintah mengakui 1,4 juta hektare hutan adat, memperkuat peran masyarakat adat sebagai penjaga utama dan terdepan dalam konservasi hutan. Pengakuan ini juga sejalan dengan komitmen hak asasi manusia dan tata kelola hutan berbasis masyarakat.
💼 Fondasi Strategis: Dekarbonisasi Diperkuat Regulasi
Komitmen Indonesia untuk mencapai target ambisius Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat diperkuat oleh kerangka kebijakan strategis:
- Peraturan Presiden (Perpres) tentang Waste-to-Energy: Regulasi ini mendorong pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan, menjadi solusi ganda untuk masalah lingkungan dan kebutuhan energi.
- Peraturan tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK): Kebijakan ini menciptakan fondasi hukum dan ekonomi untuk perdagangan karbon, memberikan insentif bagi sektor-sektor yang berkontribusi pada mitigasi iklim, serta membuka peluang pendanaan iklim dan investasi hijau. Pasar karbon yang kuat ini juga bagian dari diplomasi karbon untuk memperluas kemitraan internasional.
🌍 Visi Indonesia: Pemimpin Aksi Nyata
Indonesia menunjukkan kepada komunitas global bahwa kepemimpinan iklim yang efektif diukur dari tindakan nyata di lapangan, bukan sekadar retorika perundingan. Melalui pembaruan komitmen emisi (Second Nationally Determined Contribution/SNDC), penguatan pasar karbon domestik, dan kolaborasi multipihak, Indonesia berada di jalur yang jelas menuju pembangunan rendah karbon sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
COP30 menjadi babak krusial di mana Indonesia memimpin dialog global untuk mengedepankan solusi berbasis alam (nature-based solutions) dan mendorong kolaborasi yang seimbang antara negara maju dan berkembang dalam mengatasi krisis iklim. (*/tur)




