Berita

Dampak Pemindahan IKN, Penduduk Penajam Bertambah 3.695 Jiwa Sepanjang 2021

KALTENG.CO – Ide atau gagasan pemindahan ibu kota telah terdengar sejak 3 tahun terakhir dan terus menggema hingga saat ini. Gagasan tersebut pun berdampak pada antusiasme masyarakat untuk berpindah ke calon ibu kota negara yang baru, yaitu Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sehingga ditemukan lonjakan penduduk di sana.

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Penajam Paser Utara Suyanto menyatakan, ditemukan pertambahan penduduk sebanyak 3.695 jiwa sepanjang 2021.

Gagasan pemindahan ibu kota negara yang pertama kali dicetuskan Presiden Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2019, lebih dititikberatkan pada pengeksekusian rencana itu. Salah satu contohnya, Bappenas yang telah merancang master plan dan desain pembangunan ibu kota di Penajam, Kalimantan Timur.

Pemindahan Ibu Kota Negara
Melibatkan Lintas Aspek

Sedangkan dasar hukum yang juga berperan penting dalam mengantisipasi dampak negatif pengeksekusianya, baru sampai di tahap di terimanya Surat Presiden terkait RUU Pemindahan Ibu Kota Negara (RUU IKN) oleh DPR di Jakarta, Rabu (29/9).

https://kalteng.co https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Padahal RUU IKN mengatur sejumlah hal, yaitu visi ibu kota negara, bentuk pengelolaan, dan tahap-tahap pembangunan, dan pembiayaan.

”Saya pikir hukum dalam konteks pemindahan ibu kota negara harus menjadi landasan atau titik pijak sebagaimana seharusnya proses pemindahan negara itu di lakukan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan negatifnya,” tutur Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana dari Melbourne dalam siaran podcast Supremasi Episode 8 yang di unggah di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI.

Denny menyampaikan, pemindahan ibu kota negara melibatkan lintas aspek di dalamnya. Seperti dari aspek politik dan ekonomi, jumlah penduduk yang semakin meningkat, ataupun jalanan yang semakin macet, membuat daya dukung Jakarta sebagai ibu kota negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan ekonomi makin menurun.

Akan tetapi, menurut dia, keterlambatan eksekusi RUU IKN menunjukkan ketidakrapian aspek hukum di Indonesia dalam mengantisipasi suatu ide atau gagasan negara. Ketidakrapian yang di maksud adalah keterlambatan munculnya dasar hukum.

Secara hukum tata negara, hukum yang rapi adalah keberadaan dasarnya yang beriringan dengan perencanaan yang di lakukan.

”Memang tidak jarang terjadi prosedur hukum seperti itu, terlambat atau tidak rapi, apalagi kemudian ada proses-proses politik yang harus di lakukan lewat legislasi, berkaitan dengan perundang-undangan, ataupun proses di parlemen,” jelas Denny.

1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button