BeritaKALTENGPalangka Raya

Dijerat Pasal 29 UU ITE, Ernawati Terancam 4 Tahun Penjara atas Dugaan Ancaman

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Sidang lanjutan perkara dugaan ancaman dan intimidasi dengan terdakwa Ernawati alias Zhezhe kembali di gelar di Pengadilan Negeri Palangka Raya. Memasuki pekan kedua, proses persidangan menghadirkan tujuh orang saksi yang memberikan keterangan terkait rangkaian tindakan yang di laporkan oleh korban, Hikmah Novita Sari.

Dalam persidangan pada Selasa (2/12/2025), para saksi termasuk saksi fakta dan saksi korban menyampaikan keterangan yang di nilai konsisten. Mereka menguraikan bahwa terdakwa di duga tidak hanya mengirimkan pesan berisi ancaman melalui media sosial, tetapi juga melakukan intimidasi secara langsung.

Peristiwa berawal pada 21-22 April 2024, ketika terdakwa menggunakan akun Facebook @Zhezhe Galuh untuk mengirim pesan bernada kasar, menantang korban untuk bertemu, serta mengancam akan melakukan kekerasan dengan senjata tajam.

Tak berhenti pada pesan, terdakwa juga di duga melakukan siaran langsung (live) di Facebook tepat di depan rumah korban sambil membawa sebilah pisau dan meneriakkan ancaman. Aksi itu membuat korban ketakutan dan segera membuat laporan ke Polresta Palangka Raya.

Berdasarkan hasil penyidikan, jaksa mendakwa terdakwa dengan Pasal 29 Jo Pasal 45B Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE terkait ancaman kekerasan melalui media elektronik. Pasal tersebut mengatur ancaman pidana maksimal 4 tahun penjara serta denda hingga Rp750 juta bagi pelaku pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan.

Ini Bukan Hanya Soal Keadilan Bagi Korban

Kuasa hukum pelapor dari Kantor Hukum Suriansyah Halim & Associate menegaskan, bahwa kasus ini harus menjadi pengingat bahwa setiap tindakan ancaman, terutama melalui media sosial, memiliki konsekuensi hukum.

“Tidak ada yang kebal hukum. Setiap bentuk ancaman harus di proses sesuai ketentuan agar menimbulkan efek jera,” ujarnya.

Pihak kuasa hukum juga menyoroti dampak psikologis yang di alami korban, termasuk tekanan dan ketakutan yang muncul setelah rentetan ancaman tersebut.

Pelapor berharap majelis hakim dapat mempertimbangkan seluruh keterangan saksi serta bukti digital yang telah di hadirkan selama proses persidangan.

“Ini bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi peringatan bagi masyarakat agar tidak menggunakan media sosial secara sembrono untuk mengancam atau meneror orang lain,” tegasnya.

Kasus ini di harapkan menjadi pembelajaran publik bahwa penyalahgunaan media sosial dapat berujung pada proses hukum dan pidana yang tidak ringan. (pra)

EDITOR: TOPAN

Related Articles

Back to top button