Pelaku Tipikor dan Pengedar Narkoba Harus Ditindaktegas
PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Adanya aksi unjuk rasa akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap proses peradilan di Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya perihal keputusan hakim yang memvonis bebas pelaku Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) dan pengedar Narkoba, menuai perhatian dari kalangan DPRD Kalimantan Tengah.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalteng yang mebidangi Hukum, Anggaran dan Pemerintahan, Kuwu Senilawati, perkara Tipikor merupakan bagian dari Tindak Pidana Khusus, dimana pemerintah wajib melaksanakan tugas dan fungsi dalam pemberantasan Tipikor, sesuai dengan keputusan Mahkamah Agus (MA) melalui pengesahan Undang – Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001 yang merupakan perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
“Dalam perkara Korupsi, pelanggaran dan sanksi yang berlaku dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya UU nomor 20 tahun 2001, terbagi menjadi 13 Pasal, 30 jenis/bentuk dan dikelompokan menjadi 7 klasifikasi yaitu kerugian uang negara, suap – menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi,” ucap Kuwu, saat dikonfirmasi Kalteng.co via Whatsapp, Senin (27/6/2022).
Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) I meliputi Kabupaten Katingan, Gunung Mas (Gumas) dan Kota Palangka Raya ini juga menjelaskan, putusan pengadilan terhadap perkara Tipikor yang menimpa sejumlah Kepala Desa (Kades) wilayah Kalteng khususnya Kades Kinipan dan Dadahup, masuk dalam kategori suap menyuap, dimana sanksi yang diberlakukan menyesuaikan dengan Pasal 5 ayat (1), (2), 11, 12a dan 12b, UU Tipikor nomor 20 tahun 2001.
Oleh karena itu, ia mengingatkan kepada seluruh unsur lembaga peradilan atau penegak hukum untuk menyikapi permasalahan Tipikor dengan bijak dan seadil – adilnya, sebagaimana lembaga peradilan tempat mencari kepastian hukum.
“Apabila bukti sudah dikantongi termasuk data yang bersifat valid, sudah menjadi kewajiban pengadilan untuk menentukan sanksi bagi pelaku Tipikor, dimana hal tersebut bertujuan untuk melaksanakan hukum peradilan yang bersih dan menjaga marwah dari pelaksanaan hukum di Indonesia. Jangan sampai keputusan yang dihasilkan justru menjadi Multitafsir yang ujungnya berdampak kepada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan hukum peradilan,” ujarnya.
Ia juga menekankan kepada pelaksana hukum peradilan untuk tidak memberikan ruang kebebasan bagi pelaku Tipikor, mengingat Tipikor merupakan hal yang sangat merugikan bagi negara dan orang lain.
“Intinya jangan beri ruang untuk para pelaku Tipikor, karena yang namanya korupsi jelas sangat merugikan. Sehingga dalam kacamata hukum, perlu adanya regulasi yang memberikan efek jera terhadap pelaku tindak kriminal tipikor dan ketegasan untuk memberi Sanksi kepada para pelaku Tipikor,” pungkas wakil Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini.(Ina)




