Fenomena Politik Oligarki di Kalsel, Politisi Ramai-ramai Minta Restu H Isam

KALTENG.CO - Pengaruh Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam sangat besar di Provinsi Kalsel. Pengusaha batubara ini berhasil membangun politik oligarki di Banua. Tak pelak, setiap kali menjelang pesta demokrasi, baik Pileg maupun Pilkada, politisi bermai-ramai minta restu H Isam. Samahuddin Muharam, dosen di FISIP UNLAM menyayangkan adanya fenomena politisi meminta restu pengusaha di Kalsel ini. Menurutnya, ini sebuah ironi. Karena publik akan mulai meragukan kebijakan politisi tersebut. “Ini berbahaya bagi kehidupan pemerintahan yang terang-terangan menyatakan utang politik kepada pengusaha. Kebijakan yang dibangun tentu saja tidak lagi berpihak kepada rakyat,” tambah dosen FISIP ULM itu. Kalau ngotot hendak membawa nama besar pengusaha, akan mempengaruhi opini calon pemilih. Ujung-ujungnya berdampak pada elektabilitas, merugikan dirinya sendiri. Sebab, momennya sedang tidak tepat mengingat isu oligarki (perkawinan pengusaha dan penguasa) sedang panas-panasnya. “Kurang tepat dan kurang etis membawa nama besar pengusaha,” tegasnya. Sekadar diketahui, selain Rifqinizamy Karsayudha (anggota DPR RI) yang sempat meminta restu kepada Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, Zairullah Azhar juga sempat memuji-muji konsep ekonomi Haji Isam. Ketua DPW PKB Kalsel itu juga sama berharapnya dengan dukungan Haji Isam. Dibawa-bawanya nama pengusaha ini, Samahuddin menebak ada dua kemungkinan. Pertama, hendak pamer kekuatan modal sebagai calon gubernur. “Kedua ingin mempengaruhi calon-calon lain untuk berpikir tidak maju,”ujarnya. PDI Perjuangan, Setelah H. Maming Ditahan KPK Kiprah PDI Perjuangan di Kalsel tak bisa dipandang sebelah mata. Pada Pileg 2019 lalu, partai merah ini menjadi pemenang kedua setelah Partai Golkar. Di bawah kepemimpinan Mardani H Maming sebagai ketua DPD, partai berlambang banteng ini mengumpulkan 276.917 suara. Delapan kursi DPRD Kalsel di raih, mengantarkan salah satu kadernya menjadi wakil ketua dewan. Tak hanya di Pileg, PDIP juga menjadi rebutan untuk dijadikan perahu politik calon gubernur. Pada Pilgub 2020, PDI Perjuangan mengusung calon petahana, Sahbirin Noor-Muhidin. Maka, kasus yang mendera sang ketua, tak hanya akan mempengaruhi internal partai. Lebih dari itu, peta politik menuju 2024 sontak berubah. Pengamat politik dari FISIP Universitas Lambung Mangkurat, Setia Budhi mengatakan, Mardani yang di tahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus gratifikasi, turut mengubah bursa Pilkada. Tak hanya untuk pemilihan gubernur, tapi juga sampai pemilihan wali kota dan bupati. Sebab, PDIP masih menguasai Banjarbaru, Tanah Laut dan Tanah Bumbu. “Akan berdampak. Apalagi kalau kasus ini tak selesai-selesai. Mestinya PDIP harus segera bergerak untuk memulihkan kepercayaan pemilih,” ujar Budhi, Jumat (26/8/2022). Kasus Mardani Hanya akan Mempengaruhi Pileg Di bursa Pilgub, PDIP selama ini selalu menjadi pilihan untuk menjadi kawan politik. Dengan absennya sang ketua, partai lain akan bertanya-tanya, siapa yang harus di dekati?. “Sosok ketua adalah personifikasi dari partai itu sendiri. Dengan kasus ini, partai lain bisa mengambil keuntungan. Ini menarik,” imbuhnya. Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalsel, Samahuddin Muharam punya pendapat berbeda. Menurutnya, kasus Mardani hanya akan mempengaruhi Pileg. Tak sampai melebar ke Pilkada. Pasalnya, Mardani tak pernah secara gamblang menyatakan akan maju di Pilgub 2024. Apalagi, PDIP masih punya figur lain. Seperti Rosehan NB (anggota DPRD Kalsel) dan Rifqinizamy Karsayudha (anggota DPR RI). “Persoalannya, dengan jumlah kursi saat ini di parlemen, PDIP masih harus membangun koalisi dengan partai lain,” ujar Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JDI) Kalsel itu. (*/tur)