Isu Merger Grab-Gojek Kembali Mencuat: Monopoli Mengintai, Nasib Driver Ojol di Ujung Tanduk?

KALTENG.CO-Kabar mengejutkan kembali mengguncang industri transportasi online Tanah Air. Rumor mengenai potensi merger antara dua raksasa ride-hailing, Grab Holdings Ltd. dan GoTo Gojek Tokopedia, kembali berembus kencang.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pembicaraan antara kedua perusahaan semakin intensif, dengan target tercapainya kesepakatan pada tahun 2025.
Langkah strategis ini disinyalir sebagai upaya untuk meredam sengitnya persaingan yang selama bertahun-tahun menguras kas kedua perusahaan, terutama Gojek yang terus mencatatkan kerugian. Namun, di balik potensi efisiensi dan dominasi pasar, muncul kekhawatiran besar terkait dampaknya bagi konsumen, pengemudi ojek online (ojol), mitra penjual, dan peta persaingan industri secara keseluruhan.
Harga Lebih Mahal dan Dominasi Pasar: Konsumen Bisa Jadi Korban?
Salah satu dampak paling signifikan yang mungkin dirasakan langsung oleh konsumen adalah perubahan dalam struktur harga layanan transportasi online. Persaingan ketat antara Grab dan Gojek selama ini secara tidak langsung menciptakan harga yang kompetitif dan menguntungkan pengguna. Namun, jika kedua perusahaan bersatu, besar kemungkinan kebijakan harga baru yang lebih tinggi akan diterapkan.
Lebih dari sekadar kenaikan harga, merger ini berpotensi menciptakan dominasi pasar yang merugikan konsumen. Dengan penguasaan pangsa pasar lebih dari 80 persen di Indonesia, entitas gabungan Grab-Gojek akan memiliki kekuatan besar untuk menentukan tarif dan layanan tanpa adanya tekanan kompetitor yang signifikan. Hal ini dapat menghilangkan pilihan bagi konsumen dan mengurangi kualitas layanan.
Nasib Driver Ojol dan Mitra Penjual Terancam Kebijakan Baru?
Bagi para pengemudi ojek online (ojol) dan mitra penjual yang selama ini menjadi tulang punggung ekosistem Grab dan Gojek, potensi merger ini menimbulkan berbagai kekhawatiran. Ketua Presidium Nasional Koalisi Ojol Nasional (PN-KON), Andi Kristiyanto, menyuarakan kegelisahan para mitra driver terkait dampak yang mungkin timbul jika Grab mengakuisisi GoTo.
“Terutama jika mengakibatkan perubahan sistem kemitraan menjadi karyawan, serta berkurangnya jumlah mitra ojol dan potensi penurunan kesejahteraan mereka, karena tidak semua mitra akan memenuhi persyaratan untuk menjadi karyawan,” jelas Andi dalam keterangan tertulisnya. Perubahan status kemitraan menjadi karyawan, meskipun terkesan memberikan kepastian, juga dikhawatirkan akan membatasi fleksibilitas dan potensi pendapatan para pengemudi.
Lebih lanjut, Andi menambahkan, “Jika Grab-Gojek menjadi pemain dominan, mereka bisa menaikkan tarif potongan untuk mitra ojol, dan ojol tidak bisa mendapatkan pendapatan lain dari perusahaan aplikator lain, karena pihak aplikator lain di luar Grab akan mengalami mati suri, dan bahkan bangkrut karena kalah bersaing dengan entitas baru.” Hal ini akan menghilangkan sumber pendapatan alternatif bagi para pengemudi dan meningkatkan ketergantungan mereka pada satu platform dengan potensi tarif potongan yang lebih tinggi.
Pemain Kecil Terancam Gulung Tikar: Persaingan Sehat di Ujung Tanduk
Bukan hanya konsumen dan mitra, merger Grab-Gojek juga berpotensi memukul mundur persaingan sehat di industri transportasi online. Perusahaan ride-hailing lain yang lebih kecil seperti Maxim dan inDrive akan menghadapi tantangan yang jauh lebih berat untuk bersaing dengan raksasa hasil merger ini.
Jika entitas baru Grab-Gojek mampu menawarkan harga dan promosi yang sulit ditandingi, pemain-pemain kecil ini bisa kesulitan mempertahankan pangsa pasar mereka. Jika tidak mampu bersaing, bukan tidak mungkin mereka akan tersingkir dari pasar, menyisakan monopoli atau oligopoli yang dikuasai oleh satu atau beberapa pemain besar.
KON Bersikap Tegas: Tolak Merger dan Desak KPPU Bertindak!
Menyikapi potensi merger ini, Koalisi Ojol Nasional (KON) menyatakan sikap tegas menolak penggabungan antara dua perusahaan besar tersebut. KON menilai bahwa merger ini akan menciptakan potensi monopoli di layanan transportasi online, yang jelas berpotensi mematikan perusahaan aplikasi lainnya dan merugikan para pengemudi.
KON juga mendesak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melakukan pencegahan agar merger Grab-Gojek tidak terjadi. Mereka berpendapat bahwa merger ini berindikasi melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut melarang merger dan akuisisi yang berpotensi menciptakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Selain itu, KON mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana merger ini demi menjaga keseimbangan pasar, mencegah monopoli, dan melindungi pendapatan para pengemudi ojol. Mereka juga meminta pemerintah untuk hadir sebagai regulator dan pengawas yang aktif dalam menyelamatkan bisnis transportasi online dari ancaman monopoli atau oligopoli, serta mencegah potensi penurunan kesejahteraan ojol dan ledakan pengangguran akibat pemaksaan status karyawan pasca-merger.
Masa Depan Transportasi Online: Antara Efisiensi Raksasa dan Ancaman Monopoli
Isu merger Grab-Gojek ini menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak. Di satu sisi, penggabungan dua kekuatan besar ini bisa menciptakan efisiensi operasional dan inovasi layanan yang lebih cepat. Namun, di sisi lain, potensi monopoli dan dampaknya terhadap konsumen, pengemudi, dan persaingan sehat di industri tidak bisa diabaikan.
Keputusan akhir berada di tangan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan KPPU. Langkah yang diambil akan menentukan masa depan industri transportasi online di Indonesia, apakah akan didominasi oleh satu pemain raksasa atau tetap mempertahankan ekosistem yang kompetitif dan memberikan pilihan yang beragam bagi masyarakat. (*/tur)