BeritaEkonomi BisnisMETROPOLISNASIONAL

Jadikan Perubahan Iklim Isu Arus Utama, Pemerintah Pusat Dorong Pemda Pergunakan DAK dan DAH

KALTENG.CO-Perubahan iklim akan terus menjadi isu serius dalam tataran dunia global. Hal ini tidak bisa dihindari pula oleh pemerintah Indonesia, yang dituntut pula untuk menjadi isu ini menjadi isu arus utama (mainstream) di tengah masyarakat.

Salah satu upaya yang berupaya didorong oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan adalah melalui skema pendanaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DAH).

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia berada dalam pertumbuhan yang stabil dengan angka kemiskinan yang semakin menurun.

Dilansir dari kemenkeu.go.id pada Selasa (28/11/2023), meskipun Indonesia berada di dalam garis yang positif, namun Sri Mulyani menyoroti permasalahan kesejahteraan bangsa yang dihadapkan dengan upaya pemerintah dalam menghadapi perubahan iklim.

Menkeu menilai perlunya kesadaran bersama dalam meningkatkan kesejahteraan, tanpa merusak bumi akibat isu perubahan iklim, geopolitik, hingga digitalisasi.

https://kalteng.co https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Hal tersebut merupakan salah satu tantangan yang menjadi perhatian pemerintah Indonesia saat ini.

“So, climate change is a problem. How we are all can work together, especially antar generasi ke generasi,” ujar Sri Mulyani pada acara ‘Climate Change and Indonesia’s Future: An Intergenerational Dialogue’, di Jakarta, Senin (27/11/2023).

Ia juga menyebutkan bahwa dalam menyelesaikan masalah iklim perlu adanya rencana pembiayaan yang konkret.

Selain pembiayaan dari pemerintah pusat, belanja negara melalui pemerintah daerah juga memegang peran pendukung yang sangat penting.

“Kita melakukan berbagai Instrumen kebijakan dan motivasi kepada local government. Kita menggunakan instrumen seperti di Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, Dana Bagi Hasil (DBH) dan berbagai instrumen untuk memotivasi daerah memainstreamkan climate change,” tuturnya.

Untuk memenuhi hal tersebut, pemerintah sedang mempersiapkan sejumlah instrumen fiskal dan keuangan untuk menangani perubahan iklim. Salah satunya dalam bentuk instrumen green bond yang dikombinasikan dengan SUKUK atau obligasi berbasis syariah.

Sejak tahun 2018, Indonesia sudah menerbitkan sejumlah USD 5 miliar atau sekitar Rp77,16 triliun SUKUK Green Bond secara global.

Sementara untuk di dalam negeri, pemerintah juga memperkenalkan SUKUK ritel-domestic green yang penerbitannya mencapai Rp 21,8 triliun.

Menteri Sri mengatakan, bahwa sejumlah instrumen tersebut sudah terbukti sukses menurunkan emisi Indonesia.

“Peluncuran instrumen ini secara akuntabel menjelaskan instrumen green related dengan penurunan emisi. Total 5,7 juta ton Co2 pada 2018, 3,2 juta juta ton Co2 pada 2019, 1,4 juta ton Co2 pada 2020, dan 222.647 juta ton Co2 pada 2022. Ini semua tidak berdasarkan hitungan kita sendiri, tapi diaudit lembaga kredibel,” paparnya.

Kemudian, pemerintah juga melaksanakan kolaborasi pendanaan terintegrasi yang mendukung pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) di Indonesia yakni SDG Indonesia One.

Indonesia juga sudah mendapat dukungan keuangan dari berbagai negara atau green climate fund (GCF), untuk melaksanakan berbagai proyek transisi energi.

Berdasarkan data GCF Financial Instrument, terdapat total USD486 juta atau sekitar Rp7,49 triliun anggaran yang sudah masuk di Indonesia.

“Untuk itu, kami akan terus bekerja sama dan membuka diri. Karena climate agenda without financing hanya akan menjadi agenda, hanya akan menjadi dream. Financing is one of the most critical element dari climate agenda,” pungkas Sri Mulyani. (*/tur)

Related Articles

Back to top button