BeritaGUNUNG MASHukum Dan KriminalKALTENGNASIONALUtama

JPIK Minta KLHK Mencabut Izin PT BHP, Buntut Laporan Dugaan Pelanggaran SVLK

PALANGKA RAYA, Kalteng.co-Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) meminta Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut perizinan HTI PT Bumi Hijau Prima (BHP) yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kapuas dan Gunung Mas Provinsi Kalteng.

Hal ini menyusul temuan Kaharingan Institut yang merupakan jaringan JPIK di wilayah Kalteng. Dalam hal ada dugaan pelanggaran Sertivikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).

Selain itu JPIK juga meminta agar dilakukan audit terhadap kinerja LPVI PT Kreasi Prima Sertifikasi (KPS). Hal ini menyusul adanya dugaan pembocoran dokumen rahasia pelaporan kepada pihak terlapor PT BHP.

Direktur Eksekutif Nasional JPIK Muhammad Ikhwan menyebutkan, kronologis laporan berawal ada tanggal 23 November 2023, anggota pemantau JPIK melalui  Kaharingan Institute mengirimkan surat keluhan kepada LPVI PT Kreasi Prima Sertifikasi (PT KPS) terkait kinerja dari PT Bumi Hijau Prima.

Dikarenakan tidak ada tanggapan dari pihak LPVI lebih dari 14 hari kerja, Kaharingan Institute mengirimkan surat kepada Komite Akreditasi Nasional (KAN) pada tanggal 26 Desember 2023, dan mendapatkan tanggapan dari KAN pada tanggal 8 Januari 2024.

https://kalteng.co https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

“Dari hasil tanggapan LPVI PT KPS, kami sangat menyayangkan PT KPS melampirkan keluhan kami selaku Pemantau Independen kepada pihak unit manajemen untuk dikonfirmasi,”kata Direktur Eksekutif Nasional JPIK Muhammad Ikhwan yang dikutip melalui surat pengaduannya, Minggu (28/1/2024).

Menurutnya, jaringan JPIK  baru mendapatkan tanggapan dari LPVI PT KPS pada tanggal 18 Januari 2024. Ditambah lagi, ujarnya, pada surat balasan PT Bumi Hijau Prima kepada LPVI tanggal 16 Januari 2024, pihak unit manajemen menyatakan melakukan tuntutan hukum dengan dugaan mencemarkan nama baik, dan  mengadakan tuduhan palsu atau tindakan-tindakan apapun yang tidak sesuai perundang- undangan.

Lebih lanjut Direktur Eksekutif Nasional JPIK Muhammad Ikhwan menyatakan, Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) adalah jaringan individu dan lembaga yang bekerja sebagai pemantau independen kehutanan di Indonesia.

JPIK juga telah terdaftar dan menjadi bagian sistem verifikasi legalitas dan kelestarian (SVLK) serta dilindungi undang-undang dalam menjalankan kinerjanya. Saat ini JPIK memiliki 66 anggota lembaga dan 614 anggota individu yang tersebar di 26 provinsi dari Aceh hingga Papua. Tiga mandat utama JPIK dalam menjalankankan kinerja antara lain:

(1) Peningkatan kapasitas masyarakat adat dan komunitas lokal, (2) Pemantauan sektor dan industri kehutanan, (3) Kampanye serta advokasi masyarakat adat/lokal terhadap akses sumber daya hutan dalam kerangka tindak lanjut pemantauan.

Hal ini tentu bertentangan dengan semangat SVLK dengan diakuinya peran dari Pemantau Independen (PI) dan tidak sesuai dengan Lampiran 9 Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.9895/MenLHK-PHL/BPPHH/HPL.3/12/2022 terkait Kerjasama, Pendanaan, dan Perlindungan Pemantauan poin 3(d) bahwa LPVI dan/atau pemerintah selaku penerima hasil pemantauan atau keluhan wajib merahasiakan identitas pemantau dan/atau narasumber (pemberi informasi, responden atau informan), kecuali yang bersangkutan memberikan izin tertulis untuk dibuka.

Selain itu, Pemantau Independen yang menjalankan kegiatan pemantauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dapat dituntut secara pidana ataupun digugat secara perdata.

1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button