BeritaKALTENGNASIONALPalangka Raya

Ketua PHRI–PPKHI Kalteng Suriansyah Halim: Jangan Keliru Bedakan Penggelapan dan Penipuan, Ini Penjelasan Hukumnya!

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Seiring meningkatnya kasus-kasus pidana yang dilaporkan ke kepolisian, Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) sekaligus Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kalimantan Tengah, Suriansyah Halim, SH., SE., MH., CLA., mengingatkan pentingnya memahami perbedaan antara penggelapan dan penipuan.

Dua pasal ini sering kali tertukar dalam laporan masyarakat, padahal memiliki unsur yang sangat berbeda.

Suriansyah Halim menjelaskan, banyak warga yang melapor ke lembaga bantuan hukum dengan dugaan “di tipu”, padahal secara konstruksi hukum yang terjadi justru adalah penggelapan.

“Masyarakat sering menganggap semua kerugian harta otomatis penipuan. Padahal unsur hukumnya tidak demikian. Ini yang harus di pahami,” ujar Suriansyah Halim.

Kesalahan penafsiran ini sering membuat proses penegakan hukum berlarut-larut karena laporan tidak sesuai unsur pasal.

Mengutip Pasal 372 KUHP, Suriansyah Halim menjelaskan, bahwa penggelapan terjadi ketika seseorang awalnya memang menerima barang secara sah—atas dasar titipan, kerja sama, sewa, atau penggunaan tertentu—namun kemudian menguasai barang tersebut secara melawan hukum.

Penipuan Itu Muncul Dari Unsur Kebohongan

“Kata kuncinya: barang di berikan dengan kepercayaan. Ketika barang itu kemudian di alihkan atau di jual tanpa izin, maka unsur penggelapan terpenuhi,” jelasnya.

Karena itu, dalam penggelapan tidak ada kebohongan sejak awal. Pelaku baru melanggar hukum setelah barang berada dalam kendalinya.

Sementara Pasal 378 KUHP menegaskan, bahwa penipuan terjadi apabila pelaku sejak awal sudah merencanakan kebohongan untuk membuat korban mempercayai dan menyerahkan sesuatu.

“Penipuan itu muncul dari unsur kebohongan. Ada tipu daya, ada rangkaian kata-kata palsu. Pelaku sejak awal memang berniat menyesatkan korban,” tegas Suriansyah Halim.

Contohnya, menawarkan investasi fiktif, pura-pura menjadi pihak tertentu, atau membuat skenario palsu agar korban mau menyerahkan uang atau barang.

Menurut Halim, ketidaktahuan masyarakat terhadap unsur pasal membuat banyak laporan tidak tepat sasaran. “Ada yang kehilangan motor karena di titipkan ke teman lalu di jual. Itu penggelapan, bukan penipuan. Namun karena masyarakat belum memahami, mereka melapor dengan istilah penipuan,” katanya.

PPKHI Kalteng Selalu Siap Memberi Penjelasan

Ia menekankan, pentingnya memahami unsur-unsur dalam hukum pidana agar laporan tidak salah arah dan proses hukum berjalan lebih cepat.

Sebagai praktisi hukum yang aktif memberikan pendampingan masyarakat, Suriansyah Halim mengajak warga untuk lebih cermat sebelum menentukan pasal yang ingin di laporkan. Ia juga mengimbau masyarakat untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan lembaga bantuan hukum.

“Kami di PPKHI Kalteng selalu siap memberi penjelasan. Edukasi ini penting agar masyarakat tidak terjebak dalam kekeliruan hukum yang merugikan diri sendiri,” tuturnya.

Di akhir penyampaiannya, Halim menegaskan bahwa edukasi hukum adalah bagian dari perlindungan masyarakat. “Semakin paham masyarakat tentang hukum, semakin terlindungi mereka. Pengetahuan itu kunci. Jangan ragu bertanya ketika menghadapi persoalan hukum,” pungkasnya. (pra)

EDITOR: TOPAN

Related Articles

Back to top button