BeritaNASIONALPOLITIKAUtama

Kisruh Penghitungan Sirekap; Tanpa Harus Menunggu Laporan, Eks Wakapolri Sebut Polisi Bisa Periksa KPU

KALTENG.CO-Kisruh penghitungan server Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang terjadi dalam Pemilu 2024, harus ada yang mempertanggungjawabkannya.

Dalam hal ini tentunya adalah pihak Komisioner KPU RI selaku penyelanggara Pemilu 2024. Namun, dalam permasalahan ini, KPU RI seolah kebal hukum.

Padahal, berdasarkan ada atau tidak adanya laporan pun, aparat kepolisian di Mabes Polri bisa memeriksa atau meminta keterangan dari Komisioner KPU.

Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Oegroseno menyatakan, aparat kepolisian bisa memeriksa Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan menyegel server Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) terkait kegaduhan yang ditimbulkan aplikasi itu dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, kekisruhan akibat data Sirekap yang berubah-ubah dan melebihi jumlah daftar pemilih tetap (DPT) yakni 300 pada satu tempat pemungutan suara (TPS)  bukan kesalahan, tapi tergolong kesengajaan.

Alasannya, hal tersebut terjadi di banyak tempat atau masif, dan lonjakan suara melebihi batas toleransi kesalahan. Pasalnya, angka perolehan di satu TPS bisa mencapai ratusan ribu, sedangkan maksimal jumlah suara di satu TPS 300.

“Kalau saya aktif di Bareskrim, saya periksa KPU, dicek berdasarkan ada laporan intelijen, masyarakat. Tidak ada larangan memeriksa KPU. Polri kan ada patroli siber,” kata Oegroseno dikutip dari kanal Youtube Abraham Samad, Minggu (10/3/2024).

Menurutnya, dengan adanya dugaan jual beli suara, penggelembungan suara, dan calon anggota legislatif (caleg) merasa kehilangan suara, maka polisi harus pro-aktif sebagai alat negara. Polisi sebagai penyidik bisa melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dalam hal ini KPU.

Dia mengingatkan, KPU tidak punya kekebalan, sama dengan warga negara lain di mata hukum, sehingga polisi bisa memeriksa sistem informasi teknologi (TI) Sirekap. Jika ada masalah, maka polisi bisa memasang ‘police line’ pada server Sirekap, dan jika tidak ada manipulasi data, perhitungan suara secara digital bisa dilanjutkan.

“Kalau terbukti harus di-police line, disampaikan bahwa Sirekap bermasalah, dan lanjutkan dengan perhitungan manual. Polisi adalah alat negara. Polisi bisa melakukan penyelidikan dugaan manipulasi di Sirekap,” tegas mantan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Mabes Polri itu.

Lebih lanjut, Oegroseno menyebut kekisruhan yang ditimbulkan Sirekap membuat masyarakat berkumpul, berdikusi dan menggaungkan audit forensik atas Sirekap. Padahal, yang bisa melakukan audit forensik adalah polisi.

Caleg dari Partai NasDem dengan daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara (Sumut) 1 itu mengingatkan, gerakan masyarakat dan unjuk rasa mahasiswa di DPR terkait kecurangan Pemilu 2024 merupakan akumulasi emosional, karena pemerintah tidak memberi jawaban atas kegaduhan yang muncul pada pemilu.

“Pemerintah harus memberi jawaban, jangan lari. Jangan sampai memakan korban seperti 1998, jangan terjadi lagi. Seorang kepala negara beda dengan ketua kelas bisa digantikan setiap saat. Kalau kepala negara sudah dua periode, ya sudah legowo,” paparnya.

Mantan Kapolda Sumut ini menuturkan bahwa kecurangan pada Pemilu 2024 terlalu kasat mata dan sistem TI KPU adalah benda mati yang dikendalikan manusia.

Dia menuturkan pengalamannya ketika menjabat sebagai Kepala Biro Operasi di Polda Metro Jaya (PMJ) tahun 20024. Kala itu, dia turut memantau proses perhitungan suara Pemilu 2004 yang dilaksanakan di Hotel Borobudur, dan semua orang bisa memonitor.

“Ini pesta rakyat, harusnya disiapkan begitu sehingga orang bisa lihat. Sekarang tidak, mau masuk KPU dijaga ketat,” pungkasnya. (*/tur)

Related Articles

Back to top button