BeritaNASIONALUtama

Kontroversi Rencana Kewajiban Plasma 30 Persen untuk Perusahaan Sawit

KALTENG.CO-Rencana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mewajibkan plasma sebesar 30 persen bagi perusahaan yang mengajukan pembaruan Hak Guna Usaha (HGU) selama 35 tahun menuai sorotan tajam dari Ombudsman Republik Indonesia (RI).

Potensi Maladministrasi

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai kebijakan ini berpotensi maladministrasi karena melanggar regulasi yang berlaku. Menurutnya, kewajiban plasma yang diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Permentan No. 26 Tahun 2007, Permentan No. 98 Tahun 2013, dan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan adalah sebesar 20 persen.

https://kalteng.cohttps://kalteng.co

Ketidakpastian Hukum dan Iklim Investasi

Yeka menekankan pentingnya kepatuhan terhadap aturan yang ada. Ia meminta pemerintah untuk mengubah aturan terlebih dahulu jika memang ingin menerapkan kebijakan 30 persen plasma.

“Jika tidak, kebijakan ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat berdampak negatif pada iklim investasi,”ujarnya, Selasa (4/2/2025).

Fokus pada Penegakan Aturan 20 Persen

Yeka juga menyoroti belum optimalnya implementasi kewajiban plasma 20 persen yang sudah ada. Ia menduga banyak perusahaan yang belum memenuhi kewajiban tersebut. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk lebih fokus pada upaya audit dan penegakan aturan yang sudah ada sebelum menerapkan kebijakan baru.

Tanggapan Menteri ATR/BPN

Sebelumnya, Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, telah menyampaikan rencana kebijakan ini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengedepankan prinsip keadilan dalam penataan industri sawit.

Kontroversi terkait rencana kewajiban plasma 30 persen ini menunjukkan adanya perbedaan pandangan antara pemerintah dan Ombudsman RI mengenai implementasi kebijakan pertanahan di sektor perkebunan sawit.

Kebijakan ini perlu dikaji lebih lanjut secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak melanggar aturan hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan dampak negatif pada iklim investasi serta kesejahteraan masyarakat. (*/tur)

Related Articles

Back to top button