BeritaBusinessEkonomi BisnisNASIONAL

Low Tuck Kwong, Orang Terkaya Indonesia Versi Forbes Yakin Bisnis Batubara Belum Sunset Energy

KALTENG.CO-Posisi orang terkaya di Indonesia saat ini, tidak lagi dipegang oleh Hartono bersaudara dari Djarum, melainkan Low Tuck Kwong. Pengusaha yang kini berdomisili di Kalimantan Timur ini, tercatat sebagai orang terkaya versi Forbes.

Pengusaha yang jarang muncul ke permukaan ini tercatat sebagai pemilik saham sejumlah perusahaan batubara. Di tengah upaya pemerintah mengkampanyekan transisi energi dan memensiunkan PLTU Batubara, pria kelahiran Singapura ini tetap meyakini bahwa bisnis batubara bukanlah sunset energy.

Setidaknya, hingga beberapa dekade mendatang, sektor batubara akan terus menjadi penopang industri dunia dan harganya pun akan tetap stabil di tengah gonjang-ganjing krisis ekonomi global.

Di kala senggang, Low Tuck Kwong biasa menghabiskan waktu dengan mengelilingi kebun binatang dan buah. Tempatnya dekat dengan tambang batu bara miliknya di Tabang, Kalimantan Timur.

https://kalteng.co https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Pengusaha yang versi Forbes menjadi orang terkaya di Indonesia saat ini tersebut menginvestasikan USD 4 juta (kurs sekarang sekitar Rp 62,6 miliar) untuk kebun binatang dan buah itu.

’’Saya memang penyayang binatang,’’ kata pria kelahiran Singapura yang pindah ke Indonesia sejak lima dekade silam itu, dalam wawancara dengan The Straits Times April lalu.

Low termasuk pebisnis yang jarang muncul ke permukaan. Jarang pula bersedia diwawancarai media. Karena itu, saat Forbes merilis daftar tahunannya belum lama ini, dan menempatkan pengusaha batu bara tersebut di tempat teratas –menggeser Hartono bersaudara dari Djarum–, banyak orang yang terkejut.

Apalagi, dia bergerak di bisnis yang disebut termasuk sunset industry.  Saat beberapa pengusaha ditanyai, tapi tak ada yang mengenal secara dekat pria kelahiran 17 April 1948 itu.

Mengutip The Straits Times, Low sebenarnya berniat menjual sahamnya di perusahaan tambang batu bara, sebelum pandemi Covid-19. Namun, upaya itu gagal karena tak ada yang mau menanamkan modal di industri tersebut. Maklum, harga batu bara saat itu anjlok di kisaran USD 50–70 per ton.

Namun, bukannya mengobral, taipan asal Singapura itu justru memborong 199 juta lembar saham PT Bayan Resources, perusahaan terbuka di mana dia menjadi pemegang saham terbesar.

’’Sangat sederhana. Kalau saya tak bisa menjual saham bagian saya, lebih baik saya beli lagi,’’ ungkapnya, menurut Bloomberg.

Strategi Low hanya bisa dilakukan investor kakap. Sebab, di saat tidak ada penyerap, artinya harga sama sedang dalam tahap terendah. Itu memang jadi kesempatan bagi yang mempunyai modal.

Benar saja, strategi itu berbuah manis. Pandemi, ditambah krisis geopolitik Rusia-Ukraina, membuat banyak negara mengingkari komitmen yang dibuat dalam COP26 Glasgow tahun lalu.

Saat itu 40 negara berjanji bakal menghindari batu bara. ’’Pasar (batu bara) sebenarnya masih seimbang, dan bahkan kekurangan suplai,’’ ungkap Chief Financial Officer Bayan Resources Alastair McLeod.

Karena banyak yang mencari, harga batu bara meroket berkali-kali lipat. Sembilan bulan pertama 2022, perusahaan itu meraup pendapatan USD 3,3 miliar. Dengan keuntungan tumbuh empat kali lipat.

1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button