KALTENG.CO-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik. Setelah heboh kasus paket makanan basi, kini terungkap data mengejutkan: total ribuan siswa dan penerima manfaat dilaporkan mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program ini.
Menanggapi insiden tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI mengumumkan akan mengevaluasi secara ketat anggaran program MBG yang dipatok sebesar Rp71 triliun untuk tahun 2025.
Kemenkeu Mengancam Pangkas Anggaran Jika Penyerapan Buruk
Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan bahwa Kemenkeu tidak bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan program MBG. Menurutnya, implementasi teknis program tersebut merupakan wewenang penuh Badan Gizi Nasional (BGN).
Namun, Kemenkeu tidak bisa menutup mata terhadap insiden keracunan dan isu penyerapan anggaran yang buruk.
“Tetapi nanti saya akan lihat [program MBG] di akhir Oktober 2025 seperti apa. Kalau bisa diserap ya sudah kita enggak ini [pangkas], kalau bagus ya [anggarannya] nambah,” ujar Purbaya di Surabaya, Kamis (2/10/2025).
Sebaliknya, jika penerapan program ini memburuk, serapan dananya tidak maksimal hingga akhir Desember 2025, Purbaya menyatakan pihaknya akan dengan tegas mempertimbangkan pemangkasan anggaran.
“Kalau nanti kita perkirakan ternyata dia enggak bisa diserap sampai akhir Desember 2025 dengan dana yang ada, ya kita kurangin, tetapi sekali lagi itu bukan urusan Kemenkeu,” imbuhnya singkat.
Fakta Keracunan: Lebih dari 6.500 Korban Sejak Awal Program
Anggaran MBG 2025 sebesar Rp71 triliun dialokasikan untuk memberi makan total 82,9 juta orang anak sekolah dan ibu hamil, dengan estimasi biaya Rp10 ribu per porsi.
Sayangnya, implementasi lapangan menunjukkan tantangan kualitas dan keamanan pangan yang serius.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan data mencengangkan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta pada Rabu (1/10/2025).
Ia menyebutkan total korban keracunan setelah mengonsumsi Makan Bergizi Gratis sejak diluncurkan Januari 2025 telah mencapai 6.517 orang.
Kasus gangguan pencernaan dan keracunan ini paling banyak terjadi di Pulau Jawa, dengan total 45 kasus.
“Sebaran kasus terjadinya gangguan pencernaan di SPPG terlihat dari 6 Januari sampai 31 Juli, tercatat ada kurang lebih 24 kasus kejadian, sementara dari 1 Agustus sampai malam tadi itu ada 51 kasus kejadian,” pungkas Dadan.
Peningkatan kasus yang signifikan pada periode Agustus hingga Oktober menunjukkan adanya masalah sistemik yang perlu diatasi segera, terutama mengingat besarnya alokasi anggaran dan dampak langsungnya terhadap kesehatan anak-anak.
Keputusan evaluasi Kemenkeu di akhir Oktober mendatang akan sangat menentukan nasib dan kelanjutan program strategis ini. (*/tur)




