KALTENG.CO-Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Mardani Ali Sera, menyambut hangat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemerintah untuk segera membentuk lembaga independen pengawas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Keputusan penting ini, yang mengabulkan sebagian gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, dinilai sebagai langkah krusial dalam mengamankan profesionalitas dan netralitas birokrasi di Tanah Air.
Menurut Mardani, keputusan MK ini bukan sekadar koreksi atas kebijakan penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebelumnya, tetapi juga merupakan peringatan keras bagi jalannya reformasi birokrasi.
“Keputusan ini bukan sekadar koreksi atas penghapusan KASN, tetapi juga peringatan keras agar reformasi birokrasi tidak tergelincir ke arah politisasi dan konflik kepentingan,” ujar Mardani kepada awak media pada Sabtu (19/10).
Konflik Kepentingan dan Ancaman Politisasi
Legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyoroti bahwa langkah MK yang mengabulkan gugatan dari sejumlah pihak seperti Perludem, KPPOD, dan ICW, menegaskan pentingnya pengawasan sistem merit yang bebas dari intervensi politik.
Sebelumnya, pengawasan ASN dialihkan kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) setelah KASN dihapus. Kebijakan ini dinilai Mardani berpotensi besar memicu konflik kepentingan.
“Dalam praktiknya, kebijakan itu berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, karena kementerian dan badan tersebut merupakan bagian dari struktur eksekutif yang juga menjadi objek pengawasan sistem merit,” jelasnya.
Menurutnya, penyerahan fungsi pengawasan kepada kedua lembaga eksekutif itu melanggar prinsip dasar tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Putusan MK, lanjutnya, mengembalikan semangat pemisahan fungsi antara pembuat kebijakan, pelaksana, dan pengawas kebijakan.
“Tanpa lembaga independen, sistem merit yang seharusnya menjamin profesionalitas ASN rentan disalahgunakan, misalnya jabatan birokrasi dapat ditentukan oleh kedekatan politik, bukan kinerja dan kompetensi,” tegasnya.
Batas Waktu dan Tanggung Jawab Moral Pemerintah
Mardani juga menilai keputusan MK ini sebagai upaya pengembalian marwah reformasi birokrasi yang telah diperjuangkan sejak lahirnya UU ASN tahun 2014, di mana KASN hadir sebagai benteng profesionalitas.
Dengan tenggat waktu pembentukan lembaga baru paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan, sebagaimana disampaikan Ketua MK Suhartoyo, DPR dan pemerintah kini memiliki pekerjaan besar untuk menyiapkan dasar hukum yang baru. Hal ini bisa berupa revisi UU ASN atau melalui regulasi pelaksanaannya.
Pentingnya netralitas ASN, khususnya menjelang agenda politik seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Pemilu, menjadi alasan kuat bagi keberadaan lembaga pengawas ini.
“ASN harus netral dan profesional, terutama menjelang Pilkada dan Pemilu. Lembaga pengawas independen harus menjadi penyangga utama agar birokrasi tidak kembali menjadi alat politik,” imbuh Mardani.
Ia juga menekankan perlunya melibatkan pakar administrasi publik, lembaga antikorupsi, dan masyarakat sipil dalam proses pembentukan lembaga pengawas baru tersebut.
“Keputusan MK ini strategis untuk memastikan keberlanjutan reformasi birokrasi. Lembaga pengawas independen harus diberi kewenangan yang tegas untuk menindak pelanggaran sistem merit dan netralitas ASN,” pungkas Mardani Ali Sera.
Poin Kunci Putusan MK:
- Amar Putusan: MK menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa pengawasan sistem merit dilakukan oleh lembaga independen.
- Batas Waktu: Lembaga independen pengawas ASN wajib dibentuk paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan.
- Tujuan: Untuk memastikan sistem merit berjalan tanpa intervensi politik dan menjadi pengawas eksternal. (*/tur)




