KALTENG.CO-Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024 secara resmi diikuti oleh 3 pasangan calon (Paslon), yakni Anies Baswedan-Muhaimin Ikandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Gajar Pranowo-Mahfud MD.
Dengan tiga Paslon ini, pelaksanaan Pilres sangat sulit untuk bisa terlaksana dalam satu putaran. Karena dari hasil survei yang ada sekarang ini saja, tidak ada satu Paslon pun yang berhasil meraih elektabilitas 50 persen plus satu.
Namun dalam kampanye di lapangan, narasi tentang Pilpres satu putaran itu selalu didengung-dengungkan. Narasi ini dianggap menyesatkan dan sangat rentan memicu adanya upaya menghalalkan segala cara oleh salah satu Paslon untuk memenangkan Pilpres hanya dalam satu putaran.
Ketua Umum Network For Indonesian Democratic Society (Netfid) Indonesia Muhammad Afit Khomsani mengatakan, narasi Pemilu satu putaran meruntuhkan kualitas dari demokrasi. Apalagi ketika narasi ini terus digaungkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
“Kami melihat bahwa narasi tersebut hanya mungkin menguntungkan satu kelompok tertentu, dan disisi lain meruntuhkan kualitas dari demokrasi sendiri,” tegas Afit pada wartawan, Jumat (29/12/2023).
Menurutnya, pemilu merupakan pesta demokrasi, dari, oleh dan untuk rakyat. Sehingga aktor politik yang memainkan narasi ini sangat tidak bijaksana.
“Kaitan dengan narasi tersebut kami melihat bahwa narasi itu sangat berbenturan dengan semangat dan juga proses demokrasi sendiri yaitu dari, oleh dan untuk rakyat,” kata Afit.
Lebih lanjut Afit menambahkan, fenomena hari ini, dihadapkan pada pertarungan narasi antar tim pemenangan pasangan calon. Namun dia mengingatkan pentingnya menjaga etika dan menghormati aturan yang sudah ada.
“Kaitannya dengan narasi satu putaran, seharusnya aktor-aktor politik kita itu bertindak lebih bijak dalam melemparkan isu isu yang kemudian cenderung memperkeruh suasana dalam pemilu,” ungkap Afit.
Pesta demokrasi harus dijalankan dengan prinsip-prinsip yang Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil. Peran rakyat, semangat demokrasi, tidak boleh dinafikan oleh kepentingan sekolompok orang.
“Dimana proses dan juga berlingkaran demokrasi sendiri harusnya dikembalikan, diselenggarakan oleh rakyat. Bukan kemudian aktor politik yang menentukan proses tersebut,” tegas Afit.
Menghadapi perang narasi, masyarakat jangan sampai merugi karena terseret arus. Tentu peran masyarakat sangat penting dalam menyikapi perang narasi ini.
“Kami juga mendorong masyarakat untuk secara komprehensif tidak menelan bulat-bulat, atau mentah-mentah perang narasi yang dilemparkan salah satu kelompok,” jelas Afit.
Masyarakat harus lebih cerdas mengelola narasi yang dilempar antara kelompok pendukung capres-cawapres. “Kembali lagi bahwa, aktor politik, calon, timses, dan sebagainya tidak memperkeruh suasana dengan narasi yang kontradiktif dengan perkembangan demokrasi di indonesia,” tandas Afit.
Sebelumnya, sejumlah pendukung Prabowo-Gibran mengampanyekan perlunya Pilpres digelar cuma satu putaran, agar negara bisa hemat. Politikus Partai Gelora Fahri Hamzah, menyebut biaya putaran kedua Pilpres sekitar Rp 17 triliun.