BeritaKASUS TIPIKORNASIONAL

Pengurus PWNU Terjerat Kasus Korupsi, KPK Tetapkan Rektor Unila Tersangka

KALTENG.CO-Lagi, pengurus NU terjerat kasus korupsi. Setelah sebelumnya, bendahara umum PBNU  Mardani H Maming ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi konsesi lahan pertambangan di Kalsel, kini Wakil Ketua PW NU Provinsi Lampung Prof. Aom Karomani yang terjerat kasus korupsi.

Aom Karomani yang juga Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru 2022. Diduga, Karomani menerima suap sebesar Rp 5 miliar untuk meluluskan seleksi mahasiswa baru jalur mandiri 2022.

https://kalteng.co

Menelisik harta kekayaan Karomani dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada laman elhkpn.kpk.go.id, Minggu (21/8), Karomani memiliki total harta kekayaan senilai Rp 3.186.500.461. LHKPN ini dilaporkan pada 22 Maret 2022 untuk tahun periodik 2021.

Karomani tercatat memiliki harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 874.315.000. Aset berupa tanah dan bangunan milik Karomani tersebar di Bandar Lampung, Lampung Selatan, Serang dan Pandeglang.

Dia juga tercatat memiliki harta berupa alat transportasi senilai Rp 103.000.000. Harta kendaraan bermotor milik Karomani itu di antaranya berupa motor Honda Beat 2010, Rp 8.000.000 dan mobil Suzuki Baleno 2008, Rp 95.000.000.

Karomani juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 91.100.000, kas dan setara kas Rp 2.594.955.262. Namun, dia tercatat memiliki utang sebesar Rp 476.869.801. Sehingga total harta kekayaan miliki Karomani sebesar Rp 3.186.500.461.

Selain Karomani, kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila jalur mandiri juga menjerat Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers menjelaskan, Karomani diduga memasang tarif Rp 100 juta sampai dengan Rp 350 juta untuk meluluskan seleksi mahasiswa baru tahun 2022.

“Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani,” ungkap Ghufron.

Karomani diduga memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari

para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani. Andi Desfiandi sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

“Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp 150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung,” ungkap Ghufron.

Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani yang juga atas perintah Karomani uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar.

AD selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.

KRM, HY, dan MB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*/tur)

KALTENG.CO-Lagi, pengurus NU terjerat kasus korupsi. Setelah sebelumnya, bendahara umum PBNU  Mardani H Maming ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi konsesi lahan pertambangan di Kalsel, kini Wakil Ketua PW NU Provinsi Lampung Prof. Aom Karomani yang terjerat kasus korupsi.

Aom Karomani yang juga Rektor Universitas Negeri Lampung (Unila) Karomani ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru 2022. Diduga, Karomani menerima suap sebesar Rp 5 miliar untuk meluluskan seleksi mahasiswa baru jalur mandiri 2022.

Menelisik harta kekayaan Karomani dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada laman elhkpn.kpk.go.id, Minggu (21/8), Karomani memiliki total harta kekayaan senilai Rp 3.186.500.461. LHKPN ini dilaporkan pada 22 Maret 2022 untuk tahun periodik 2021.

Karomani tercatat memiliki harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp 874.315.000. Aset berupa tanah dan bangunan milik Karomani tersebar di Bandar Lampung, Lampung Selatan, Serang dan Pandeglang.

Dia juga tercatat memiliki harta berupa alat transportasi senilai Rp 103.000.000. Harta kendaraan bermotor milik Karomani itu di antaranya berupa motor Honda Beat 2010, Rp 8.000.000 dan mobil Suzuki Baleno 2008, Rp 95.000.000.

Karomani juga tercatat memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 91.100.000, kas dan setara kas Rp 2.594.955.262. Namun, dia tercatat memiliki utang sebesar Rp 476.869.801. Sehingga total harta kekayaan miliki Karomani sebesar Rp 3.186.500.461.

Selain Karomani, kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru Unila jalur mandiri juga menjerat Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung, Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung, Muhammad Basri dan pihak swasta, Andi Desfiandi sebagai tersangka.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers menjelaskan, Karomani diduga memasang tarif Rp 100 juta sampai dengan Rp 350 juta untuk meluluskan seleksi mahasiswa baru tahun 2022.

“Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk Heryandi, Muhammad Basri dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur Karomani,” ungkap Ghufron.

Karomani diduga memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari

para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani. Andi Desfiandi sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

“Mualimin selanjutnya atas perintah Karomani mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp 150 juta dari Andi Desfiandi di salah satu tempat di Lampung,” ungkap Ghufron.

Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan Muhammad Basri yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani yang juga atas perintah Karomani uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar.

AD selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.

KRM, HY, dan MB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*/tur)

Related Articles

Back to top button