BeritaKASUS TIPIKORNASIONALUtama

Polemik Pertamax Oplosan: Pertamina vs Kejagung, Siapa yang Benar?

KALTENG.CO-PT Pertamina Patra Niaga membantah tuduhan bahwa Bahan Bakar Minyak (BBM) RON 92 atau Pertamax yang mereka jual adalah produk oplosan. Perusahaan menegaskan bahwa proses blending atau pencampuran adalah praktik yang umum dalam industri BBM.

Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa penyidik mereka menemukan praktik blending yang tidak biasa dalam kasus dugaan korupsi yang sedang mereka tangani.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Perbedaan Klaim Pertamina dan Temuan Kejagung

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pihaknya telah mendengar penjelasan dari PT Pertamina Patra Niaga dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR. Pertamina mengklaim bahwa blending yang mereka lakukan adalah pencampuran RON 92 dengan zat aditif dan pewarna, yang tidak mengubah nilai RON.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Namun, temuan penyidik JAM Pidsus menunjukkan hal yang berbeda. Mereka menemukan adanya praktik blending antara RON 90 atau bahkan di bawahnya (RON 88) dengan RON 92. Hal ini jelas berbeda dengan penjelasan yang diberikan oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Abdul Qohar menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin terlalu jauh mengomentari atau menanggapi keterangan dari PT Pertamina Patra Niaga. Mereka lebih fokus pada proses penyidikan dan fakta hukum yang ditemukan. “Kami penyidik bekerja berdasarkan alat bukti,” tegasnya.

Peran Tersangka dalam Kasus Ini

Kejagung juga menjelaskan peran tersangka Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK), dan Vice President Trading PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne (EC), dalam kasus ini. Menurut Abdul Qohar, kedua tersangka tersebut, dengan persetujuan tersangka Riva Siahaan, membeli produk kilang RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92. Akibatnya, mereka harus membayar impor dengan harga tinggi yang tidak sesuai dengan kualitas barang.

Selain itu, Maya Kusmaya memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending atau pengoplosan produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 di terminal milik PT Orbit Terminal Merak, Banten. Blending ini dilakukan untuk menghasilkan RON 92 yang kemudian dijual dengan harga RON 92, yang tidak sesuai dengan proses pengadaan dan bisnis PT Pertamina Patra Niaga.

Kasus ini masih dalam tahap penyidikan dan Kejagung terus mengumpulkan bukti-bukti untuk mengungkap kebenaran. Perbedaan klaim antara Pertamina dan temuan Kejagung menunjukkan adanya potensi pelanggaran dalam proses blending BBM. Masyarakat tentu berharap kasus ini dapat segera diselesaikan dengan transparan dan adil. (*/tur)

Related Articles

Back to top button