Namun belum ada pembayaran dan surat pengurusan perizinan. Dengan hanya bermodal kesepakatan, pihak perusahaan properti ini berani menawarkan rencana pembangunan mal ke masyarakat.
Di ketahui, seiring waktu berjalan, kesepakatan dengan pemilik tanah tersebut akhirnya gagal. AR pun beralibi mengalihkan PTC ke ATC untuk menyakinkan konsumen yang telanjur menyetor uang muka atau down payment (DP).
Namun, janji-janji itu terus di lontarkan tanpa ada realisasi. “Seharusnya kalau pemilik perusahaan memang mau memasarkan proyek mal itu ke masyarakat, harus memastikan sudah memiliki tanah dan melengkapi perizinannya,” jelas Budi.
Penyidik, lanjut perwira menengah itu, masih mendalami lagi apakah ada pihak-pihak lain yang ikut membantu tersangka dalam melakukan tindak pidana tersebut.
Penyidik akan fokus untuk menyelesaikan berkas tersangka agar segera di limpahkan ke Kejaksaan Tinggi Kalteng. Di tanya apakah AR bisa di jerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), Budi menuturkan bahwa penyidik belum bisa memberi jawaban untuk saat ini. Penyidik terlebih dahulu akan menelusuri aliran dana hasil dugaan penipuan itu.
Apakah di pakai untuk membangun properti di daerah lain, ataukah di gunakan untuk keperluan pribadi.
“Kami masih fokus untuk menyelesaikan berkas pidana kasus penipuannya, nanti setelah selesai barulah kami lihat hasil pengembangannya,” ujar Budi.