Refleksi Hari Buruh Internasional Tahun 2023, SBNI Temukan Sejumlah Permasalahan Buruh di Kalteng
“Yang mana keberadaan para buruh jangan hanya dianggap sebagai sumber penerimaan pajak yang hak-haknya tidak diperhatikan, dan juga hanya dianggap sebagai lumbung perolehan suara yang selalu dimainkan pada saat tahun-tahun politik seperti sekarang ini, dan tak kalah pentingnya juga jangan ada pula upaya-upaya untuk memanipulasi data jumlah buruh,”tukas Karliansyah.
Lebih lanjut ditambahkannya, dalam momentum May Day ini hendaknya pula para buruh juga lebih menyadari hak-haknya sebagai pekerja.
“Momentum hari buruh sedunia ini, saya mengajak semua karyawan agar merapatkan barisan, dan bergabunglah dengan organisasi buruh agar pekerja menjadi pekerja andal bermartabat, dan tidak menjadi budak di tempat kita bekarja,”ujarnya.
“Jangan segan-segan melaporkan jika mendapatkan adanya penindasan dan keadilan di tempatnya bekerja kepada serikat pekerja buruh yang ada di wilayah Kalteng,”tambahnya.
Ia mengungkapkan, nasib para buruh di wilayah Provinsi Kalteng ini masih jauh dari sejahtera, dengan hanya mendapatkan upah berdasarkan Upah Minumum Regional (UMR) yang besarannya hanya bekisar Rp3 jutaan.
“Apalagi bagi para buruh yang bekerja di wilayah perkebunan, pertambangan serta kehutanan, gaji UMR Rp 3 juta itu masih jauh dari memenuhi hidup layak, dengan beban istri dan anak,”ungkap Karliansyah yang saat ini tengah menempuh program doktor ini.
Menurutnya, dengan realitas sistem pengupahan yang masih belum berpihak kepada kesejahteraan buruh, maka nasib para buruh di Kalteng sekarang ini masih sangat terzolimi.
“Tidak ada bedanya nasib buruh yang digaji UMR, dengan buruh di zaman penjajahan Belanda, di mana para buruh tidak digaji, namun tetap diberikan makan, dengan buruh sekarang ini, yang digaji dengan UMR rendah hanya cukup untuk makan,”ungkap Karliansyah. (*/tur)
