Rekrutmen Guru Kontrak Dijamin Transparan
JAKARTA-Rencana rekrutmen satu juta guru kontrak atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sejuta formasi menjadi angin segar bagi guru honorer saat ini. Apalagi gaji yang dijanjikan cukup menggembirakan, yakni Rp4 jutaan. Oleh sebab itu, proses seleksi yang diwacanakan mulai tahun depan tersebut juga diharapkan bisa terbuka dan transparan.
Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Suharmen memastikan bahwa proses seleksi calon PPPK guru bakal digelar secara transparan. Sebab, seluruhnya akan dilakukan secara online. Dengan demikian masyarakat bisa mengontrol dan melihat langsung capaian yang diperoleh setiap peserta seleksi.
Sebagai informasi, tahapan rekrutmen PPPK ini antara lain perencanaan kebutuhan, pengumuman lowongan, pendaftaran, seleksi, pengumuman hasil, dan pemberkasan untuk penerbitan nomor induk (NIP) PPPK. BKN bertanggung jawab pada proses pendaftaran, seleksi, hingga pemberkasan untuk penerbitan NIP.
”Semua proses yang dilakukan oleh BKN menggunakan teknologi informasi,” ujarnya. Untuk pendaftaran misalnya, calon peserta seleksi PPPK guru nantinya dipersilakan mendaftar melalui sistem seleksi calon aparatur sipil negara (SSCASN). Biasanya mereka diwajibkan terlebih dahulu membuat akun yang nantinya digunakan untuk pendaftaran dan mengetahui pengumuman penting hingga upload berkas untuk pemberkasan. Seperti pada seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan PPPK sebelumnya.
”Mereka registrasi pendaftaran, termasuk melakukan pencetakan kartu ujian. Semua dilakukan by system,” jelasnya.
Dia melanjutnya, nantinya saat proses pendaftaran, SSCASN akan terintegrasi dengan data pokok pendidikan (dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal ini untuk memastikan pelamar benar-benar tenaga honorer.
”Selain itu akan terintegrasi juga dengan data dukcapil. Sehingga kami memastikan bahwa semua data orang yang mendaftar adalah WNI sesuai UU ASN NO.4/2020,” jelasnya. Setelah pendaftaran, data akan dikirim ke sistem Kemendikbud. ”Seluruhnya by system, sehingga tidak ada data yang tercecer di tengah jalan,” sambungnya. Selanjutnya, bakal dilakukan proses seleksi secara online hingga proses penetapan NIP nantinya.
Disinggung soal masa kontrak PPPK guru, Suharmen mengatakan, bahwa kontrak paling singkat satu tahun dan bisa diperpanjang. Bahkan, sangat memungkinkan diperpanjang sampai batas usia pensiun jabatan guru. Namun, dengan sejumlah syarat. Pertama, capaian kinerja harus sesuai. Kedua, diperpanjang karena memang ada kesesuaian kompetensi dalam jabatan tersebut. Artinya, bila ternyata kompetensi yang bersangkutan tidak pas di bidang tersebut, bisa saja kontrak PPPK diputus. ”Yang bersangkutan bisa mengikuti kontrak jabatan lain yang berbeda, tapi setelah melaksanakan seleksi,” ungkapnya.
Ketiga, didasarkan pada kebutuhan setiap instansi. Terakhir, mendapat persetujuan pejabat pembina kepegawaian (PPK), yang dalam hal ini dijabat oleh bapak/ibu gubernur, bupati, dan wali kota.
”Tapi mereka juga bisa diberhentikan dengan tidak hormat bila yang bersangkutan dihukum penjara,” pungkasnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut buka suara terkait dengan pembukaan keran rekrutmen guru PPPK. Mereka mengharapkan kebijakan itu juga menjadi jawaban untuk masalah yang selama ini dihadapi oleh guru honorer. Tentu penyelesaian masalah yang dimaksud oleh Komnas HAM mesti komprehensif dan tuntas. “Bukan kebijakan parsial dan tidak tuntas,” kata Komisioner Komnas HAM Munafrizal Manan, kemarin.
Pria yang ditugasi menjadi Ketua Tim Penanganan Kasus Guru Honorer Komnas HAM itu menyatakan, dalam waktu dekat pihaknya bakal mengirimkan laporan kepada Presiden Joko Widodo. Laporan yang dia maksud tidak lain adalah laporan akhir dari pengamatan pelaksanaan HAM atas permasalahan guru honorer. Selain presiden, laporan itu juga bakal dikirimkan kepada menteri-menteri terkait. Dia pun menyampaikan bahwa laporan itu disusun sejak tahun lalu, tepatnya Januari 2019.
Saat itu Komnas HAM membentuk tim khusus yang bertugas menindaklanjuti aduan yang disampaikan oleh guru-guru honorer. “Komnas HAM RI menerima beberapa pengaduan mengenai permasalahan guru honorer pada tahun 2018-2019,” bebernya. Aduan tersebut datang dari berbagai daerah. Mulai Nganjuk, Batam, Bekasi, sampai Sulawesi Barat. Dalam aduan itu para guru honorer menyampaikan masalah ketidakjelasan mekanisme pengangkatan sebagai ASN dan PPPK.
Para guru honorer, lanjut Munafrizal, mengadu kepada Komnas HAM lantaran mereka melihat ada kesenjangan pada banyak segi. Mulai pendapatan, tunjangan, sampai perbedaan fasilitas yang diterima. Untuk itu, Komnas HAM berharap kebijakan yang baru diambil pemerintah turut menjadi jawaban atas persoalan-persoalan yang diadukan oleh para guru honorer tersebut. “Permasalahan guru honorer sangat berkaitan dengan aspek regulasi dan aspek HAM,” jelasnya.
Aspek regulasi, lanjut dia, sangat penting bagi guru honorer. Salah satunya sebagai payung hukum yang bertujuan menjamin pemenuhan hak guru honorer. Selain itu, aspek HAM juga penting untuk melindungi, memenuhi, memajukan, dan menghormati HAM. “Aspek HAM atas permasalahan guru honorer ini terutama berkaitan dengan hak atas pekerjaan dan hak atas pendidikan,” terang dia. Munafrizal juga mengingatkan, pemenuhan HAM merupakan tanggung jawab negara.
Sementara itu, pemerintah diharapkan tidak terlalu menggembar-gemborkan rencana rekrutmen satu juta guru kontrak atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Sebab, sampai saat ini nasib rekrutmen PPPK gelombang pertama yang digelar Februari 2019 belum ada kejelasan. Kondisi tersebut diungkapkan Ketua Umum Perkumpulan Honorer Kategori Dua Indonesia Titi Purwaningsih, kemarin (24/11). “Sudah 21 bulan honorer yang lulus seleksi PPPK gelombang pertama menunggu status,’’ katanya. Dia menceritakan rekrutmen PPPK gelombang pertama digelar Februari tahun lalu.
Dia menceritakan, saat itu total ada 51 ribuan honorer yang lulus seleksi PPPK. Sebanyak 34 ribu di antaranya adalah tenaga pendidik atau guru. Sisanya adalah perawat dan penyuluh pertanian. Ironisnya di antara honorer yang dinyatakan lulus itu ada yang sudah meninggal. Kemudian ada juga yang beberapa bulan lagi masuk usia pensiun.
Untuk itu dia meminta kepada pemerintah untuk menyelesaikan nasib para honorer yang lulus seleksi PPPK gelombang pertama itu. Titi mengungkapkan, jangankan gaji yang besar, sampai saat ini pemberkasan untuk mendapatkan nomor induk sebagai PPPK juga belum dilakukan. Pemerintah sudah menetapkan bahwa honorer yang lulus seleksi PPPK bakal mendapatkan gaji setara PNS atau sekitar Rp4 jutaan.
“Menurut saya benahi dahulu PPPK gelombang satu. Jangan mengalihkan ke isu rekrutmen PPPK tahun depan,” kata dia. Titi mengingatkan pemerintah pusat dan daerah harus kompak menyelesaikan masalah PPPK gelombang pertama. Dia tidak ingin pemerintah pusat melempar urusan itu ke pemerintah daerah.
Menurut dia, pemerintah daerah tentu akan menuruti kebijakan pemerintah pusat. Selama ada surat resmi dari pemerintah pusat untuk pemberkasan honorer yang lulus PPPK tahap pertama, daerah akan langsung mengurusnya. Dia menyampaikan bahwa pengumuman rekrutmen PPPK 2021 yang dibesar-besarkan oleh pemerintah sepertinya menutupi persoalan yang belum terselesaikan.
Terkait dengan rekrutmen PPPK 2021 yang kabarnya dibuka untuk satu juta kuota, secara umum dia menyambut baik. Dia hanya berpesan supaya ada kuota khusus yang diperebutkan oleh tenaga honorer kategori dua. Mereka adalah tenaga honorer yang diangkat melalui surat keputusan (SK) dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Saat ini masih ada 380 ribuan honorer kategori dengan beragam jenis pekerjaan. Khusus untuk guru jumlahnya sekitar 150 ribu orang.
Sementara itu, Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat ikut merespons rencana pemerintah merekrut satu juta guru PPPK. “Dari 320 ribu mahasiswa UT, sekitar 60 persennya mahasiswa FKIP. Ada yang guru honorer dan sudah PNS,” katanya usai memimpin wisuda UT secara virtual, kemarin.
Ojat mengatakan, hampir seluruh proses rekrutmen PPPK tahun depan dijalankan secara online. Bahkan untuk layanan pembelajaran atau simulasi ujian PPPK dilakukan dengan online. Untuk itu dia berpesan supaya mulai saat ini para guru honorer membiasakan diri dengan IT atau layanan online, supaya nanti tidak ada hambatan dalan proses pendaftaran sampai ujian PPPK.
Saat rekrutmen CPNS lalu, alumni UT mendominasi dibandingkan lulusan PTN lainnya. Dari 138.791 peserta yang lulus CPNS 2019, sebanyak 9.436 di antaranya adalah alumni UT. Untuk rekrutmen PPPK tahun depan, Ojat optimistis alumni mereka bisa menorehkan lagi prestasi. “Tugas kami di kampus menyiapkan layanan pembelajaran sebaik-baiknya,” katanya. (wan/mia/syn/jpg/ce/ala)