BeritaNASIONAL

Resmi! 7 Aturan Baru Haji 2026 dari UU 14/2025: Kemenhaj Ambil Alih dan Umrah Mandiri Legal

KALTENG.CO-Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah di Indonesia memasuki babak baru. Melalui penetapan UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pemerintah meluncurkan serangkaian regulasi fundamental yang akan mengubah total tata kelola ibadah.

Aturan ini ditargetkan mulai berlaku efektif pada penyelenggaraan haji 2026, sementara aturan teknis Umrah akan menyusul. Hadirnya UU ini adalah respons atas pembentukan Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj), yang didirikan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan layanan haji berjalan lebih efisien, transparan, dan akuntabel.

Menteri Haji dan Umrah, Mochammad Irfan Yusuf, menegaskan bahwa UU ini menjadi dasar untuk menata ulang sistem pelayanan agar lebih terpusat dan bersih dari inefisiensi masa lalu.

Berikut adalah tujuh aturan baru krusial dalam UU Haji 2025 yang wajib diketahui calon jemaah dan penyelenggara:


1. Seluruh Tata Kelola Haji Diambil Alih Kemenhaj

Perubahan terbesar terletak pada struktur kelembagaan. Seluruh kewenangan penyelenggaraan haji—mulai dari layanan jemaah, manajemen petugas, hingga teknis operasional di Arab Saudi—kini sepenuhnya berada di bawah kendali Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj).

Sebelumnya, peran ini dipegang oleh Kementerian Agama (Kemenag). Dengan sentralisasi ini, pemerintah berharap alur kerja menjadi lebih profesional dan tidak lagi tumpang tindih, menghasilkan koordinasi yang lebih baik dalam layanan haji 2026.

2. Prioritas Jemaah: Kuota Petugas Daerah Dipangkas Habis

Dalam upaya memangkas antrean panjang haji, UU 14/2025 secara tegas memangkas jumlah Tim Petugas Haji Daerah (TPHD). Kuota yang sebelumnya banyak terserap oleh petugas daerah kini dikembalikan menjadi kuota jemaah.

Rincian Kuota Resmi Haji Reguler Indonesia 2026:

  • Jemaah Reguler: 191.419 kuota
  • Kuota Prioritas Lansia: 10.166 kuota
  • Petugas Haji Daerah (TPHD): Hanya 150 kuota

Pemangkasan masif ini diharapkan dapat mempercepat keberangkatan jemaah dan mengurai antrean yang sudah menahun.

3. Non-Muslim Bisa Menjadi Petugas Haji (Fungsi Teknis Saja)

Salah satu aturan yang paling banyak disorot adalah diperbolehkannya individu non-Muslim menjadi petugas haji (PPIH). Sebelumnya, seluruh petugas wajib beragama Islam.

Namun, ruang lingkup tugas petugas non-Muslim sangat dibatasi. Mereka hanya diperkenankan mengisi posisi teknis dan non-ibadah, seperti layanan kesehatan, logistik, dan dukungan operasional. Mereka tidak diperbolehkan terlibat dalam ranah ibadah atau ritual, termasuk memasuki wilayah suci Makkah dan Madinah.

Dasar hukumnya tertuang dalam Pasal 22 Ayat (3) UU 14/2025, yang menyebut PPIH dapat terdiri dari unsur kementerian, lembaga terkait, dan masyarakat (tanpa memandang RAS).

4. Penentuan Kuota Haji Daerah Kini Dipusatkan oleh Menteri Kemenhaj

Jika sebelumnya penetapan kuota haji tingkat kabupaten/kota masih memberi ruang pada pemerintah daerah, kini penetapan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Menteri Haji dan Umrah.

Mekanisme terpusat ini bertujuan menciptakan distribusi kuota yang lebih adil. Perhitungannya akan didasarkan pada data riil seperti panjang antrean, jumlah pendaftar aktif, dan demografi usia di setiap daerah, sehingga meminimalkan kesenjangan kuota.

5. Usia Minimal Pendaftaran Haji Diturunkan Menjadi 13 Tahun

UU baru ini juga mengubah syarat usia. Jemaah kini dapat mendaftar haji mulai usia 13 tahun, turun dari batas sebelumnya, 17 tahun.

Penyesuaian ini sejalan dengan pertimbangan usia akil balig dalam syariat Islam, memberikan kesempatan lebih awal bagi anak yang telah memenuhi syarat kedewasaan untuk masuk dalam daftar antrean haji.

6. Nomor Porsi Hangus Jika Tidak Melunasi Bipih 5 Tahun Berturut-Turut

Untuk menjaga ketertiban data dan daftar tunggu, UU 14/2025 memperkenalkan aturan tegas mengenai status porsi bagi jemaah yang tidak melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).

Berdasarkan Pasal 49A, jemaah yang tidak melunasi Bipih selama lima musim haji berturut-turut akan menghadapi salah satu dari dua keputusan administratif:

  • Porsinya dialihkan kepada ahli waris.
  • Pembatalan porsi dan pengembalian dana, termasuk nilai manfaatnya.

Kemenhaj wajib menyelesaikan proses pengembalian dana maksimal 30 hari setelah status jemaah ditetapkan.

Salah satu perubahan paling ditunggu adalah legalisasi Umrah Mandiri. UU Nomor 14 Tahun 2025 mengakui tiga bentuk penyelenggaraan umrah: oleh PPIU berizin, oleh Kemenhaj (dalam keadaan darurat), dan Umrah Mandiri.

Legalitas ini mengakhiri praktik “umrah backpacker” yang selama ini tidak memiliki dasar hukum.

Namun, ada batasan tegas:

  • Mandiri berarti perorangan atau paling banyak satu keluarga inti.
  • Jika dilakukan secara berkelompok dan dikoordinasi oleh orang atau organisasi tertentu, jemaah wajib menggunakan PPIU berizin.

Pejabat Kemenag setempat mengingatkan bahwa umrah bukan wisata biasa; kesalahan dalam tata cara ibadah dapat membuat ibadah tidak sah. Oleh karena itu, bagi yang belum paham tata cara, keberangkatan melalui PPIU tetap dianjurkan.

Dengan hadirnya tujuh regulasi baru ini, pemerintah optimis penyelenggaraan haji dan umrah tahun 2026 akan jauh lebih terpusat, transparan, dan responsif, sekaligus menandai era baru tata kelola ibadah di bawah naungan Kemenhaj. (*/tur)

Related Articles

Back to top button