Silent Treatment dalam Hubungan: Taktik Manipulatif atau Butuh Ruang? Ini Cara Menghadapinya!
KALTENG.CO-Ketika konflik menghampiri sebuah hubungan, respon pasangan bisa sangat beragam. Ada yang memilih untuk meluapkan isi hati dan mencari solusi bersama, namun tak sedikit pula yang justru membungkam diri dan menutup semua jalur komunikasi, sebuah perilaku yang dikenal dengan istilah silent treatment.
Namun, penting untuk dipahami bahwa menghindari penyelesaian masalah dengan silent treatment tidak akan membuat konflik mereda. Alih-alih menyelesaikan, taktik ini justru berpotensi besar merusak fondasi hubungan secara perlahan.
Menurut Dr. Emily Mayfield, seorang psikolog yang kerap berbagi insight di kanal YouTube Mindset Therapy PLLC, silent treatment seringkali menjadi alat kontrol dan manipulasi, terutama ketika dilakukan oleh individu dengan kecenderungan narsistik.
Lebih lanjut, Dr. Mayfield menjelaskan bahwa silent treatment termasuk dalam gaya komunikasi pasif agresif. Tujuan utama seseorang yang melakukan taktik ini adalah menghukum pasangan.
Silent Treatment Sebagai Bentuk Protes dan Membuat Pasangan Merasa Bersalah
Orang dengan tendensi narsistik yang memilih silent treatment akan berdiam diri sebagai bentuk protes, tanpa memberikan penjelasan yang jelas. Tujuannya adalah membuat pasangannya merasa bersalah dan bertanya-tanya tentang kesalahan yang diperbuat, meskipun sebenarnya pasangan mungkin tidak melakukan kesalahan apa pun dan hanya bertindak di luar ekspektasi pelaku silent treatment.
Mendapatkan silent treatment satu atau dua kali mungkin masih bisa ditoleransi. Namun, jika pola ini terus berulang, dampaknya bisa sangat merusak. Kamu akan merasakan kelelahan emosional, frustrasi, dan bahkan mempertanyakan diri sendiri. Jika kamu berada dalam situasi ini, sudah saatnya untuk mengambil langkah perlawanan tanpa banyak bicara.
3 Tips Jitu Menghadapi Silent Treatment dari Psikolog
Lantas, bagaimana cara efektif menghadapi pasangan yang kerap kali menggunakan silent treatment? Berikut adalah tiga tips jitu yang dibagikan oleh Dr. Emily Mayfield:
- Tetap Tenang dan Jangan Terprovokasi: Ketika pasangan mulai silent treatment, reaksi alami adalah merasa bingung, marah, atau frustrasi. Namun, penting untuk tetap tenang dan tidak terpancing oleh taktik mereka. Menunjukkan emosi berlebihan justru bisa menjadi ‘bahan bakar’ bagi pelaku silent treatment, karena mereka merasa berhasil mengontrol reaksimu. Ambil napas dalam-dalam dan beri diri waktu untuk memproses situasi.
- Sampaikan Kebutuhanmu dengan Tegas dan Jelas (Namun Singkat): Setelah emosi mereda, cobalah untuk menyampaikan kebutuhanmu akan komunikasi secara tegas dan jelas, namun singkat. Hindari memohon, menyalahkan, atau berdebat panjang lebar. Kamu bisa mengatakan sesuatu seperti, “Aku merasa tidak nyaman dengan diamnya kamu. Aku ingin kita bisa membicarakan masalah ini bersama ketika kamu siap.” Sampaikan ini sekali saja dan jangan mengulanginya terus-menerus.
- Fokus pada Diri Sendiri dan Batasan Pribadi: Ketika pasangan memilih untuk menarik diri, jangan habiskan energimu untuk terus mengejar atau menebak-nebak apa yang salah. Alihkan fokusmu pada diri sendiri. Lakukan aktivitas yang kamu nikmati, habiskan waktu dengan orang-orang yang suportif, dan jaga kesehatan mentalmu. Selain itu, penting untuk menetapkan batasan pribadi. Kamu bisa memutuskan berapa lama kamu bersedia menunggu sebelum mengambil tindakan yang lebih tegas, seperti membicarakan dampak silent treatment pada hubungan atau bahkan mempertimbangkan opsi lain jika pola ini terus berlanjut tanpa ada perubahan.
Kapan Silent Treatment Menjadi Tanda Bahaya?
Penting untuk membedakan antara silent treatment sebagai taktik manipulatif dengan kebutuhan seseorang untuk mengambil ruang sejenak untuk menenangkan diri saat konflik memanas. Jika pasanganmu meminta waktu sebentar untuk berpikir dan berjanji akan kembali membahasnya, ini adalah respons yang lebih sehat.
Namun, jika silent treatment dilakukan secara berulang, berlangsung lama tanpa ada kejelasan, dan bertujuan untuk menghukum atau mengontrolmu, maka ini adalah tanda bahaya dalam hubungan. Pola komunikasi yang tidak sehat ini dapat mengikis rasa percaya, keintiman, dan kebahagiaan dalam hubungan.
Komunikasi yang Sehat adalah Kunci
Silent treatment bukanlah solusi untuk menyelesaikan konflik. Justru sebaliknya, taktik ini dapat menciptakan jurang pemisah dan merusak hubungan. Mengembangkan komunikasi yang sehat, terbuka, dan jujur adalah kunci utama untuk mengatasi perbedaan dan memperkuat ikatan dengan pasangan.
Jika kamu terus-menerus menjadi korban silent treatment, jangan ragu untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional untuk mendapatkan perspektif dan bantuan yang dibutuhkan. Ingatlah, kamu berhak berada dalam hubungan yang saling menghargai dan menghargai komunikasi yang sehat. (*/tur)




