BeritaFAMILYLife StyleMETROPOLIS

Stop Boros! Cara Mengendalikan Kalap Saat Berbelanja Berdasarkan Ilmu Psikologi

KALTENG.CO-Di era digital yang serba cepat ini, belanja impulsif bukan lagi sekadar kebiasaan, melainkan fenomena yang kian marak. Kemudahan akses ke e-commerce, diskon yang memikat, dan tren checkout dadakan membuat banyak orang terjebak dalam lingkaran konsumsi tanpa disadari.

Lebih dari sekadar persoalan keuangan, perilaku ini sangat erat kaitannya dengan faktor psikologis. Lalu, mengapa kita begitu mudah tergiur untuk membeli barang secara spontan dan bagaimana cara mengendalikan dorongan tersebut?

Apa Itu Belanja Impulsif?

Menurut studi dari Journal Psikologi Universitas Gadjah Mada (2014), belanja impulsif adalah perilaku membeli sesuatu secara spontan dan tanpa perencanaan rasional. Dorongan utamanya datang dari emosi sesaat, bukan dari kebutuhan nyata. Ciri-cirinya, Anda mungkin sedang melihat-lihat, lalu tiba-tiba ada perasaan ingin memiliki barang tertentu dan langsung membelinya, tanpa mempertimbangkan apakah barang itu benar-benar penting.

Penelitian lain dari Universitas Mulawarman (2021) menunjukkan bahwa perilaku ini tak hanya terjadi di toko fisik, tetapi juga semakin meningkat di platform daring. Kemudahan akses, metode pembayaran sekali klik, serta promosi yang gencar menjadi pemicu utama yang memperkuat kecenderungan untuk membeli barang tanpa pikir panjang.

Mengapa Seseorang Mudah Terjebak Belanja Impulsif?

Belanja impulsif didorong oleh beberapa faktor psikologis yang kompleks. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Emosi Sesaat: Baik emosi positif maupun negatif bisa memicu perilaku ini. Sebagai contoh, saat merasa stres atau sedih, banyak orang cenderung belanja untuk “menghibur diri”. Sebaliknya, saat sedang gembira, kita juga bisa lebih mudah melakukan pembelian spontan sebagai bentuk perayaan.
  • Kepribadian: Individu dengan sifat ekstrovert dan mereka yang suka mencari sensasi (sensation seeker) cenderung lebih rentan terhadap belanja impulsif. Mereka mudah terpengaruh oleh hal-hal baru dan dorongan untuk mencoba pengalaman yang menyenangkan, termasuk berbelanja.
  • Lingkungan Sosial: Tak bisa dimungkiri, tren gaya hidup dan tekanan sosial memengaruhi cara kita berbelanja. Melihat teman-teman membeli produk terbaru di media sosial atau mengikuti tren tertentu bisa memicu keinginan untuk tidak ketinggalan, yang pada akhirnya mendorong pembelian impulsif.
  • Pemicu Digital: Algoritma canggih di platform e-commerce dirancang khusus untuk memicu perilaku impulsif. Notifikasi diskon kilat (flash sale), rekomendasi produk yang dipersonalisasi, hingga gratis ongkir menjadi magnet kuat yang membuat kita sulit menahan diri untuk tidak segera checkout.
1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button