Stop Rebonding! 5 Dampak Buruk Ketakutan Wanita Hidup Tanpa Pasangan pada Kesehatan Mental
KALTENG.CO-Ketakutan akan kesepian adalah salah satu emosi manusia yang paling kuat, dan bagi sebagian wanita, rasa cemas ini bermanifestasi menjadi rasa takut hidup tanpa pria.
Ketakutan yang diam-diam menghantui ini bukan hanya soal mendambakan cinta sejati, melainkan tentang perasaan tidak lengkap, tidak berharga, atau takut kehilangan ‘status’ hubungan yang bisa ditunjukkan kepada dunia.
Fenomena ini mendorong sebagian wanita untuk terus mempertahankan hubungan yang jelas-jelas tidak sehat. Atau yang lebih parah, mereka terus-menerus berpindah dari satu hubungan ke hubungan lain tanpa jeda (rebonding).
Motivasinya bukan karena pria-pria itu benar-benar layak, tetapi karena mereka memenuhi kebutuhan emosional sementara: ada seseorang di sisi mereka, dan mereka memiliki status hubungan yang bisa dipamerkan.
Padahal, tanpa memberikan waktu untuk sembuh dari hubungan sebelumnya dan menemukan diri sendiri, seorang wanita justru mengorbankan harga diri dan kebahagiaannya demi kehadiran seseorang yang mungkin tidak layak. Sayangnya, banyak dari mereka tidak menyadari bahwa mereka telah kecanduan pada euforia punya pacar baru dan terus mengandalkan kehadiran pria untuk merasa berharga.
Kebiasaan ini, jika dibiarkan, dapat mengikis rasa percaya diri, bahkan berdampak serius pada kesehatan mental dan fisik. Dilansir dari Your Tango, berikut adalah lima kebiasaan putus asa yang ditunjukkan oleh wanita yang terlalu takut hidup tanpa pasangan:
1. Selalu Membela Perilaku Buruk Pasangannya
Wanita yang didorong oleh rasa takut akan ditinggalkan seringkali menolak untuk melihat kenyataan bahwa pasangan mereka tidak baik. Ketika keluarga atau teman terdekat mulai memberi peringatan tentang sikap buruk sang pria—seperti terlalu posesif, sering menghilang, atau bahkan gaslighting—mereka justru mati-matian menyangkal dan membela pasangannya.
Mengapa ini Putus Asa? Mereka lebih memilih untuk berbohong pada diri sendiri dan orang-orang terdekat daripada harus menghadapi kenyataan pahit bahwa mereka pantas mendapatkan yang lebih baik. Ketakutan kehilangan mengalahkan logika. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa berbohong demi mempertahankan hubungan justru merusak hubungan sosial dan memperparah stres emosional.
2. Membiarkan Sikap Kasar dan Pelanggaran Terus Terjadi
Ini adalah level yang lebih dalam. Sang pria mungkin memaki, menyepelekan keluarga Anda, atau mengingkari janji tanpa rasa bersalah, tetapi Anda tetap memilih diam dan bahkan meminta maaf untuk hal-hal yang bukan salah Anda. Anda membiarkan batasan pribadi terus dilanggar demi menjaga kedamaian semu.
Mengapa ini Putus Asa? Ini bukanlah cinta, tetapi ketakutan akan ditinggalkan. Anda secara tidak sadar meyakini bahwa ‘sakit’ sedikit lebih baik daripada sendirian. Anda secara bertahap mengajarkan orang lain bahwa Anda bersedia menerima perlakuan buruk, yang merupakan sebuah penghinaan terhadap harga diri Anda sendiri.
3. Mendefinisikan Diri Hanya Berdasarkan Status Hubungan
Bagi wanita dengan ketakutan ini, status “sendiri” atau “lajang” terasa seperti kegagalan. Ketika ditanya tentang kehidupan pribadinya, satu-satunya hal yang dibanggakan atau ditekankan adalah status “berpasangan” atau cerita tentang pasangan mereka. Pencapaian pribadi, karier, atau hobi seolah tidak penting tanpa kehadiran pria.
Mengapa ini Putus Asa? Ini menunjukkan kurangnya identitas diri yang mandiri. Nilai diri diukur berdasarkan validasi eksternal, yaitu keberadaan seorang pria. Akibatnya, ketika hubungan berakhir, mereka merasa hancur total karena seluruh fondasi identitas mereka ikut runtuh.
4. Mengabaikan Sinyal Bahaya Jelas (Red Flags) Sejak Awal
Saat baru mengenal seorang pria, mereka seringkali cenderung untuk mengabaikan atau bahkan membenarkan sinyal bahaya (seperti kurangnya komitmen, sifat temperamen, atau sifat egois) hanya karena pria itu menunjukkan sedikit perhatian. Mereka terburu-buru “mengikat” hubungan secara emosional.
Mengapa ini Putus Asa? Keinginan untuk segera memiliki pasangan membuat mereka menurunkan standar dan mengabaikan nilai-nilai inti yang seharusnya mereka cari dalam sebuah hubungan. Mereka mencari kenyamanan instan, bukan kompatibilitas jangka panjang.
5. Tidak Pernah Menghabiskan Waktu Sendiri (Kecanduan Rebonding)
Mereka hampir tidak pernah memiliki jeda antarhubungan. Begitu putus, dalam hitungan hari atau minggu, mereka sudah mencari pasangan baru. Waktu luang selalu diisi dengan dating apps, mencari perhatian baru, atau berkencan.
Mengapa ini Putus Asa? Waktu sendiri adalah waktu yang krusial untuk penyembuhan emosional dan refleksi. Dengan terus-menerus mengisi kekosongan dengan orang baru, mereka lari dari masalah emosional internal. Mereka tidak belajar apa-apa dari hubungan yang lalu dan membawa trauma yang sama ke hubungan berikutnya.
Solusi: Menemukan Keutuhan dalam Diri Sendiri
Ketakutan hidup tanpa pria adalah rasa takut yang dapat diatasi. Kuncinya adalah menyadari bahwa hubungan paling penting dalam hidup adalah hubungan Anda dengan diri sendiri.
Mengakui bahwa Anda pantas mendapatkan yang lebih baik dan menginvestasikan waktu untuk membangun kebahagiaan diri yang mandiri (tanpa tergantung pada orang lain) adalah langkah pertama untuk memutus siklus keputusasaan ini.
Mencintai kesendirian bukan berarti menutup diri dari cinta, tetapi menjamin bahwa ketika cinta sejati datang, Anda menyambutnya dari posisi kekuatan dan keutuhan, bukan dari posisi kekurangan dan ketakutan. (*/tur)




