KALTENG.CO-Peringatan keras bagi para pemimpin Perum Bulog di seluruh Indonesia! Jabatan menjadi taruhan jika tidak aktif menyerap hasil panen petani.
Hal ini dibuktikan dengan pencopotan Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kalimantan Selatan (Kalsel), Dani Satrio, yang dinilai pasif dalam penyerapan gabah, sehingga merugikan petani.
Pencopotan ini terjadi setelah Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menerima keluhan dari petani di Kabupaten Tanah Laut. Mereka terpaksa menjual gabah ke tengkulak dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan Rp 6.500/Kg, yaitu antara Rp 5.300/Kg hingga Rp 5.600/Kg.
“Bulog di sini susah sekali dihubungi, mereka juga jarang turun ke lapangan,” ungkap salah seorang petani. Padahal, saat ini sedang panen raya, namun tidak ada kepastian pembelian dari Bulog. Akibatnya, petani terpaksa menjual ke tengkulak dengan harga yang jauh lebih rendah.
Persyaratan Ketat dan Pembayaran Terlambat
Selain itu, petani juga mengeluhkan persyaratan yang terlalu ketat dari Bulog, seperti mewajibkan gabah dalam kondisi sangat kering. Pembayaran yang sering terlambat hingga satu minggu juga menjadi masalah, menyebabkan kesulitan dalam perputaran modal.
“Saya kecewa dengan Bulog hari ini. Petani menunggu kepastian harga di sawah, tapi Bulog malah menunggu di gudang,” tegas Amran. Menurutnya, kondisi ini tidak bisa dibiarkan dan perlu ada perbaikan sistem.
Amran menegaskan bahwa pencopotan ini bukan sekadar hukuman, tetapi langkah serius untuk memperbaiki sistem penyerapan gabah. “Kita tidak bisa membiarkan petani terus dirugikan. Harus ada perbaikan nyata, Bulog harus turun ke lapangan, bukan sekadar menunggu di gudang,” katanya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus mengawal kesejahteraan petani dan memastikan kebijakan yang berpihak kepada mereka terlaksana di lapangan. Langkah ini diharapkan memberikan dampak positif bagi petani dan menjaga stabilitas harga gabah. (*/tur)




