Unjuk Rasa ke Gedung DPRD Kalteng, Demonstran Tuntut Pengesahan RUU PKS
Selain itu, tingginya pernikahan dini di Kalteng juga berdampak pada kekerasan dalam rumah tangga, kematian ibu saat melahirkan dan lain-lain.
Hal ini yang kemudian membuat tetap harus memperingati dan meneruskan perjuangan para perempuan, karena hingga sampai saat ini perempuan masih terus kehilangan hak dan jaminan keamanan, karena tidak ada payung hukum kuat melindungi para perempuan.
“Momentum ini sebagai ruang menyampaikan berbagai persoalan perempuan pada pemerintah dan publik luas, serta mengajak seluruh masyarakat dapat bergerak bersama memperjuangkan kedaulatan perempuan,” tukasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Kalteng Duwel Rawing mengungkapkan, secara pribadi pihaknya sependapat agar rancangan tersebut dapat segera di sahkan, karena ini terkait kepentingan seluruh rakyat Indonesia khususnya kaum perempuan.
“Undang-undang bukan merupakan produk dari DPRD melainkan produk dari DPR RI. Kami hanya memiliki kewenangan berkaitan dengan peraturan daerah (perda). Namun, kami akan berusaha menyampaikan aspirasi ini,” jelasnya, saat menerima aksi para demonstran.
Pihaknya juga mengaku prihatin atas kasus pernikahan usia dini cukup tinggi di Kalteng. Itu di sebutkan sebagai awal bencana, karena bisa jadi ini merupakan fenomena gunung es.
“Angka di Kalteng lebih dari 30 persen sehingga demikian dapat dibayangkan, jika dari 1.000 perkawinan ada 300 yang melakukan pernikahan dini,” tegasnya.
Pernikahan dini sudah ada undang-undang yang menyebutkan usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun. Undang-undang pernikahan dini inipun di nilai tidak efektif, sehingga diperlukan kerjasama semua pihak menyosialisasikan dampak mengenai pernikahan dini ke masyarakat. (oiq)