BeritaHukum Dan KriminalKALTENGNASIONAL

YLBHI Minta Kapolri Copot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan

PALANGKA RAYA, Kalteng.co-Tragedi PT HMBP, Kapolri Diminta Copot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan. Hal itu berkaitan dengan dugaan terjadinya brutalitas dan extra judicial killing oleh kepolisian dalam pengamanan aksi massa di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Sabtu (7/10/2023) lalu.

Menyikapi kejadian itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui LBH Palangka Raya melihat bahwa aparat polri kembali menunjukkan perannya sebagai “prajurit pengaman oligarki” bukan sebagai pengayom atau pelindung masyarakat.

“Kami meminta Kapolri untuk segera memberhentikan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng karena gagal melindungi keselamatan warga masyarakat, dan bentuk tanggung jawab terhadap tindakan kepolisian yang mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga masyarakat,” tegasnya  Direktur LBH Palangka Raya, Aryo Nugroho Waluyo melalui siaran pers, Senin (9/10/2023).

Ia menyebutkan, adanya dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam  pembubaran aksi massa rakyat di area perkebunan sawit PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP).

“Pembubaran aksi dilakukan dengan menembakkan gas air mata dan peluru tajam. Hingga saat ini (7/10/2023) terdapat informasi 3 orang korban tertembak peluru tajam dan satu orang korban meninggal dunia,” katanya melalui rilisnya.

https://kalteng.co https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Menurutnya, dari video yang kita dapatkan bahwa ada instruksi untuk membidik kepala peserta aksi serta menyiapkan senjata laras panjang. Aksi massa raturan rakyat Desa Bangkal ini telah dilakukan selama 23 hari dengan tuntutan dipenuhinya janji penguasaan 20% kebun plasma.

“YLBHI menilai aparat Polisi tidak mau belajar dari kesalahan terkait praktik brutalitas dan represif dalam merespon aksi massa dengan penggunaan kekuatan berlebihan. Setelah berbagai peristiwa tragedi kemanusiaan terjadi akibat penggunaan gas air mata dan peluru,” urainya.

Di dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa menegaskan, bahwa anggota satuan pengendalian massa dalam unjuk rasa dilarang untuk membawa senjata tajam dan peluru tajam.

Selain itu, Perkapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Perkapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi prinsip dan standar HAM dalam tugas kepolisian jelas mengatur bahwa  penggunaan senjata api harus digunakan sebagai pilihan terakhir dalam kondisi yang sangat darurat untuk menyelamatkan nyawa berdasarkan prinsip proporsionalitas, nesesitas dan legalitas.

“Oleh karena itu, harus ada pertanggungjawaban dari tindakan brutal penembakan warga yang menyebabkan kematian oleh kepolisian tersebut secara transparan dan akuntabel. Terlebih tindakan penembakan ini dilakukan terhadap warga yang sedang menjalankan hak konstitusionalnya untuk aksi penyampaian pendapat,” ucapnya.

Aksi masyarakat Desa Bangkal telah dilakukan sejak 16 september dan pada 25 September. Mereka melakukan pertemuan dengan perwakilan perusahaan yang juga didampingi oleh Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Seruyan dan Komandan Distrik Militer 1015 Sampit.

Tuntutan rakyat Desa Bangkal ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan tahun 2013 yang mana telah ada antara PT HMBP dengan warga Desa Bangkal dan menjanjikan dua hektar terhadap per kepala keluarga. Selain menuntut plasma warga juga menuntut lahan seluas 1.175 hektare diluar izin HGU PT HMBP untuk di kelola masyarakat sendiri.

“Pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan sesuai dengan tuntutan rakyat Desa Bangkal, yaitu pemenuhan penguasaan 20% kebun plasma. Proses negosiasi dengan memobilisasi tentara dan polisi merupakan tanda-tanda yang jelas bahwa para pengelola dan pejabat tidak memandang penduduk desa sebagai calon lawan bicara atau sebagai pihak yang mempunyai hak setara,” imbuhnya.

1 2Laman berikutnya

Related Articles

Back to top button