Hukum Dan Kriminal

Geruduk Gedung DPRD Kalteng, Massa Aksi Sampaikan Delapan Tuntutan

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Geruduk gedung DPRD Kalteng, massa aksi sampaikan delapan tuntutan. Unjuk rasa tersebut sempat berlangsung memanas antara demontrasi dan aparat keamanan yang berjaga.

Untuk diketahui, bahwa demonstrasi ini terjadi di depan pintu gerbang Kantor DPRD Kalteng yang terletak di Jalan S. Parman, Kelurahan Palangka, Kecamatan Jekan Raya, Kota Palangka Raya, Rabu (17/5/2023) siang.

Gesekan yang terjadi disebabkan geramnya massa aksi yang mengatasnamakan diri Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Tertindas (Gerakan Almamater) ini tidak kunjung diizinkan bertemu langsung Ketua DPRD Kalteng, Wiyatno.

Ratusa mahasiswa itu terpaksa harus saling dorong dengan aparat pengamanan dari Polsek Pahandut, Polresta Palangka Raya, dan Polda Kalteng untuk mencoba masuk ke kantor perwakilan rakyat itu guna menyuarakan aspirasinya.

Adapun tuntutan yang disampaikan, yaitu pertama mendesak Presiden RI untuk segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui DPR RI, karena merupakan tindakan inkonstitusional karena tidak memenuhi syarat sesuai Putusan MK No.91/PUU-XVII/2020.

Kedua, mendesak DPR-RI untuk menghentikan proses pembahasan RU Kesehatan (Omnibus Law) oleh Panitia Kerja Komisi IX DPR-RI dan tidak melanjutkan kedalam pembahasan tingkat I, serta kembali mengkaji RUU Kesehatan karena tidak berpihak kepada masyarakat dan tenaga kesehatan.

Ketiga, memberikan kepastian hukum yang konkret kepada Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan profesinya. Keempat, mendesak Polres Kobar untuk membebaskan warga Desa Kinjil yang ditangkap atas tudingan dari PT. Bumitama Gumajaya Abadi.

Kelima, mendesak Pemerintah untuk segera mengevaluasi izin PT. Bumitama Gunajaya Abadi yang beroperasi di Desa Kinjil. Keenam, mendesak Pemerintah untuk menghentikan proses hukum aktivis hak asasi manusia, Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

Ketujuh, mendesak Pemerintah untuk meninjau ulang Proyek Food Estate yang berada di Kalimantan Tengah. Dan kedelapan, mendesak DPR-RI untuk mencabut Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Juru Bicara aksi, David Benediktus menjelaskan garis besar tuntutan para massa aksi damai. Di sini kita menyampaikan tuntutan berupa terkait UU Cipta Kerja, kemudian RUU Omnimbus Kesehatan, dan terakhir terkait diskriminalisasi aktivis serta warga di Desa Kinjil, dan terkait food estate,” jelasnya.

“Seperti halnya terkait food estate,
ada yang sempat dilakukan pengkajian karena tidak berjalan dengan baik. Kami juga meminta untuk mencabut Undang-Undang KUH Pidana kepada Ketua DPRD Kalteng,” katanya.

Terkait tidak tersampaikan dan ditindaklanjuti tuntutan dari massa aksi, kita akan terus memonitoring hal itu apakah kedepannya benar akan segera ditindak lanjuti atau tidak aspirasi yang telah disampaikan.

“Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka kami akan datang kembali dengan massa yang lebih banyak,” pungkasnya. (oiq)

Related Articles

Back to top button