Hal serupa dikampanyekan Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid mengatakan, jika Prabowo-Gibran menang satu putaran, maka akan mengefisienkan anggaran negara Rp 17 triliun.
Menanggapi narasi pendukung Prabowo-Gibran, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menilai pilpres satu putaran sebetulnya sah-sah saja, namun hal itu harus terjadi secara alamiah.
Sebaliknya, akan berbahaya jika narasi pilpres satu putaran menguat dengan mendorong dan mengerahkan segala daya dan upaya untuk memenangkan kontestasi.
“Ini yang merusak demokrasi dan menjadikan demokrasi kita tuna adab,” ungkapnya.
Apalagi ketika narasi ini terus digaungkan dan dilakukan dengan menghalalkan segala cara. “Maka hanya ada satu paslon diuntungkan dan dua paslon lainnya dirugikan,” katanya.
Sebelumnya, narasi pilpres satu putaran digaungkan kubu Prabowo-Gibran dengan alasan menghemat uang negara. Neni menekankan pentingnya kesadaran publik untuk melihat narasi semacam ini.
“Tetapi memang kalau narasi ini terus digulirkan dan ini akan kuat membentuk opini publik di masyarakat,” tambahnya.
Anggaran pilpres dua putaran pun sudah menjadi konsekuensi dari proses demokrasi yang sehat.
“Terkait dengan anggaran seharusnya ini sudah menjadi konsekuensi dan pasti sudah dianggarkan juga oleh KPU yang sudah berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Sehingga alasan pilpres satu putaran demi menghemat uang negara justru terkesan dipaksakan. “Alasannya menurut saya sangat klasik dan cenderung dipaksakan,” tegas Neni.
Menurutnya, menghemat anggaran bisa dilakukan dengan cara lain bukan membajak demokrasi dan pemilu menjadi pertaruhan.
“Kita kan berharap pemilu ini bisa berjalan free and fair election, kalau narasi dua putaran yang tidak berjalan alamiah itu terus diperkuat maka 2024 ini menjadi kegagalan demokrasi,” pungkasnya.(*/tur)