Hukum Dan Kriminal

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis Menilai Kasus Tipikor Ben-Ary Agak Ganjil

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis diundang Penasehat Hukum Terdakwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Bahat menjadi saksi ahli untuk meringankan kasus di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (2/11/2023).

Usai menjadi saksi, kepada awak media Margarito menyampaikan, jika perkara kasus tindak pidana korupsi Terdakwa Mantan Bupati Kapuas dan Istri Ary Egahni dinilai agak ganjil dan terkesan dipaksakan.

“Kalau saya nilai, Bupati dan istrinya ini seperti dipermainkan. Sejauh sidang tadi saya tidak menemukan fakta, kalau pak Ben itu terima uang. Tadi ditanyakan ada diberikan uang pada waktu beliau melaksanakan kampanye. Tapi kalau waktu pelaksanaan kampanye posisi beliau kan bukan Bupati, karena melaksanakan cuti,” ucap Margarito.

Diterangkan Margarito, menurut hukum undang-undang Pemilu, setiap calon kepala daerah dapat menerima sumbangan dari pihak ketiga yakni orang atau korporasi dengan jumlah tertentu.

“Bagaimana kalau jumlahnya melebihi yang ditentukan dalam undang-undang tindak pidana pemilu. Itu bukan tindak pidana korupsi, jadi tidak bisa dibawa ke tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Selain itu, terdakwa  Ary Egahni secara apapun juga tidak dapat dikualifikasikan sebagai pelaku.

“Ini karena dia tidak punya wewenang, dan dia tidak punya fungsi dan tugas sama sekali. Jadi tidak bisa dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi, dalam kasus yang ada sekarang ini,” beber Margarito.

Berkaitan dengan dakwaan Ben meminta atau memerintah untuk melakukan pemotongan, Margarito menyebut Ben tidak melakukan pemotongan.

“Kalau terjadi pemotongan, pemotongan itu terjadi oleh orang lain. Praktis bukan pak Ben harus ada orang lain. Maka dari itu tadi saya tanyakan mana yang lain, kenapa pak Ben cuma sendiri. Padahal penggunaan anggaran di dinas-dinas merupakan kewenangan yang mengepalai di dinas tersebut dan bukan pak Ben yang memotong,” kata Margarito.

“Kalau mereka mengatakan bahwa ada terjadi pemotongan, perintah dan segala macam, lalu siapa yang motong itu,” ujarnya lagi.

Dalam dakwaan Ben dan istri di dakwa menerima gratifikasi berupa uang dan tidak melaporkan kepada KPK dalam kurun waktu 30 hari. Ben Brahim dan istri di dakwa menerima uang sejumlah Rp 5.410.000.000 atau sekira jumlah tersebut harusnya dianggap suap. Karena berhubungan terdakwa Ben Brahim S Bahat selaku Bupati Kapuas.

Ben dan Ary didakwa menggunakan uang tersebut untuk kepentingan politiknya. Ben Brahim saat itu maju dalam Pilkada, dan  istrinya Ary maju dalam Pileg DPR RI tahun 2019. Selain itu, uang tersebut juga digunakan Ben untuk maju pada Pilgub Kalteng periode 2020-2024.

Selain itu, Ben dan istri juga didakwa meminta uang kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara di lingkungan Kabupaten Kapuas.  Jumlahnya tidak sedikit, yakni Rp 6.111.985.000 untuk kepentingan pribadi.

Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang dimintai uang tersebut, yakni PDAM Kapuas dari tahun 2019 hingga 2021. Kemudian Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR-PKP) Kabupaten Kapuas, Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas, dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Kapuas. (pra)

https://kalteng.co

Related Articles

Back to top button