PH Minta Hakim Pulihkan Nama Baik Madi dan Keluarkan Dari Lapas Palangka Raya
PALANGKA RAYA, Kalteng.co – PH Minta majelis hakim pulihkan nama baik Madi dan mengeluarkannya dari Lapas Palangka Raya. Hal itu diungkapkan Mahdianor selaku penasehat hukum dari terdakwa dugaan kasus mafia tanah tersebut.
Pernyataan itu diutarakan pada saat proses sidang pembacaan eksepsi Madie Goening Sius (69) warga Jalan Hiu Putih di Pengadilan Negeri Palangka Raya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sidang ini di pimpin oleh Ketua Majelis Hakim Agus Sulityono, hakim anggota Heru Setiayadi dan Boxgie Agus Santoso, Selasa (18/4/2023).
Penasehat Hukum terdakwa, Mahdianor mengungkapkan, bahwa ia meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan dari JPU batal demi hukum dan tidak diterima. Selain itu juga untuk memulihkan nama baik dan mengeluarkan terdakwa dari Lapas Kelas II A Palangka Raya.
”Kepada Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya yang menangani perkara pidana tidak berwenang mengadili perkara a quo, karena perkara a quo adalah lingkup ranah hukum administrasi, ranah hukum perdata dan ranah hukum adat serta Ranah kebahasaan-linguistik sebagaimana telah disebutkan didalam surat dakwaan,” jelasnya.
Ia menekankan, perbuatan yang didakwakan JPU berada diluar jangkauan atau berada di luar jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi KUHPerdata. Dakwaan JPU terhadap terdakwa mengenyampingkan Azas Hukum Keperdataan.
“Maka itu meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peristiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut,” tegasnya.
Ia menguraikan menyoroti kualitas dakwaan yang telah disampaikan Jaksa Penuntut Umum, apakah tindakan hukum yang dilakukan, rumusan delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang dimaksud oleh KUHP dalam perkara ini apakah sudah tepat dan benar serta apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya.
“Ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer” atau analogi saja yang sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum” yang dapat menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara yuridis,” tekannya.
Lanjutnya, jika ditinjau dari sudut pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menuntut bahwa surat dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap memuat semua unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka terlihat bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum masih belum memenuhi persyaratan yang dimaksud oleh undang-undang tersebut baik dari segi formil maupun dari segi materialnya.
“Keterangan tentang apa yang dimaksud tentang dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi mengakibatkan batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan terdakwa dalam melakukan pembelaan,” tukasnya.
Ia menyatakan, bahwa dakwaan JPU tidak jelas dan beranggapan tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan JPU kepada kliennya tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan mulai penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
“Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa Madi Goening Sius dalam perkara ini gugur demi hukum. Kami meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak JPU melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peristiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut,” tegasnya.
Ia menambahkan eksepsi tersebut menyikapi surat dakwaan JPU yang dianggap tidak mengurangi sedikitpun terkait tindak pidana yang dilakukan kliennya.
“Banyak daripada surat dakwaan itu menyebutkan ranah hukum perdata, hukum administrasi dan hukum adat, apakah dengan ranah hukum tersebut bisa mempidanakan seseorang, tentunya tidak bisa. Kalau itu ranah hukum administrasi, itu adalah di TUN, kalau ranah hukum perdata, itu di perkara perdata,” pungkasnya. (oiq)