Hukum Dan Kriminal

Proses Hukum Sengketa Lahan Pelantaran Masih Berlanjut

PALANGKA RAYA, Kalteng.co – Proses hukum sengketa lahan Pelantaran masih berlanjut. Seiring  mediasi yang gagal beberapa waktu lalu usai digelar Pemkab Kotim, kini permasalahan tersebut kembali memanas.

Seperti  diketahui bersama, sengketa lahan kebun sawit ini terjadi di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur antara pihak Alpin Lawrenre dengan Hokkim.

Kuasa Hukum Alpin Lawrence Cs, Adriansyah, berharap pihak Hokkim tidak menggiring opini maupun menggiring pihak ketiga ikut masuk ke lokasi sengketa. 

Hal ini disebutkan usai Hokkim memasukkan sejumlah massa dari luar Kotawaringin Timur ke kebun untuk beraktivitas dan melakukan panen buah sawit. Peristiwa itu kemudian memicu pihak Alpin Lawrence turut melakukan pengawasan di lokasi. 

“Kami meminta dari pihak manapun untuk mnjaga  kondusivitas di lahan yang sedang disengketakan, status quo adalah status hukum yang mesti dihormati oleh siapapun,” katanya. 

Pria yang akrab disapa Rian tersebut turut menyayangkan pernyataan pihak Hokkim terhadap keamanan dan ketertiban di lokasi sengketa saat pelaksanaan mediasi beberapa waktu lalu.  

Semestinya pihak manapun bisa menjaga keamanan untuk kebaikan bersama sekalipun sedang bersengketa. 

“Semoga pihak ketiga yang ikut dan turut campur di lahan sengketa tersebut bisa menghormati status quo yang ditetapkan Polda Kalteng,” urainya. 

Dalam mediasi yang difasilitasi Pemkab, pihak Hokkim mengakui telah menurunkan plang karena menganggap bukan plang status quo sehingga memberanikan diri masuk ke lahan dan mengganti plang versi sendiri. 

“Sekarang lebih lucu, karena belakangan plang status quo Polda Kalteng dipasang lagi berdampingan dengan plang Hokkim,” tuturnya. 

Ia menegaskan tidak akan membenarkan tindakan premanisme di lahan sengketa oleh siapapun. Pengawasan atas lahan bermula putusan banding dari Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang jelas-jelas menolak gugatan Hokkim atas seluruh lahan.

Namun pihak Hokkim yang berani menduduki lahan duluan tanpa eksekusi pengadilan pasca menerima putusan tingkat pertama dari Pengadilan Negeri Sampit yang memenangkan gugatan Hokkim. 

“Di sini telah terjadi penggiringan opini dari pihak Hokkim bahwa gugatan hanya berkenaan dengan sebagian lahan sehingga membenarkan tindakannya menguasai lahan. Padahal menurut isi gugatan dari pihak Hokkim dan pertimbangan hakim pada putusan banding telah jelas-jelas adalah tentang seluruh lahan sekitar 700 hektare,” pungkasnya.

Sementara itu diwaktu terpisah ketika dihubungi awak media, Kuasa Hukum pihak Hokkim, Ahmad Taufik menyebutkan, bahwa pihaknya tidak pernah melibatkan pihak ketiga. Namun sebaliknya, pihak Alpin melalui pengacaranya melibatkan preman-preman dari Kalimantan Selatan.

“Intinya pihak hokkim tidak pernah melibatkan pihak ketiga. Kami juga tidak pernah tidak mematuhi status quo, justru sebaliknya pihak Alpin lah yang melanggar status quo yang ditetapkan oleh Kapolsek Cempaga Hulu pada 23 Oktober 2023,” sebutnya melalui sambungan telepon whatsapp.

Menurut Taufik, jika kondisi di lahan sengketa itu konon kabarnya kembali memanas karena preman-preman dari pihak Alpin untuk menduduki kebun.

“Informasi yang saya terima, preman-preman itu ditugaskan oleh pengacara pihak Alpin. Padahal menurut ketentuan yang berlaku, pengacara tidak boleh menugaskan siapun apalagi kepada preman,” tutupnya. (oiq)

EDITOR: TOPAN

Related Articles

Back to top button