DISKOMINFOSANTIK KALTENGOPINI

Mendengar: Seni Tertinggi dalam Komunikasi yang Sering Dilupakan

Oleh: Agus Siswadi Djunaidy, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian, dan Statistik Provinsi Kalimantan Tengah

DALAM dinamika komunikasi sehari-hari, banyak orang berpikir bahwa berbicara dengan fasih dan penuh wibawa adalah tanda seseorang yang hebat dalam berkomunikasi. Kita sering mengasosiasikan kemampuan berbicara yang lancar dengan kecerdasan dan kepemimpinan. Padahal, esensi sejati dari komunikasi yang efektif bukanlah pada seberapa banyak kita berbicara, tetapi seberapa baik kita mendengarkan.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Saya meyakini bahwa tingkat tertinggi dari ilmu komunikasi adalah ketika kita mampu menjadi pendengar yang baik tanpa menyela, meskipun orang lain sedang menjelaskan sesuatu yang sebenarnya adalah keahlian kita, sementara pengetahuannya masih jauh di bawah kita. Kalimat ini mungkin terdengar sederhana, tetapi memiliki makna yang mendalam.

Mengapa mendengar menjadi aspek yang begitu penting dalam komunikasi? Karena mendengar bukan sekadar aktivitas pasif, melainkan keterampilan yang membutuhkan pengendalian diri, kesabaran, dan kebesaran hati. Sayangnya, di tengah derasnya arus informasi dan budaya komunikasi yang semakin kompetitif, seni mendengarkan semakin jarang ditemukan.

https://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.cohttps://kalteng.co

Mendengar: Sebuah Keterampilan yang Sering Diabaikan

Dalam berbagai forum diskusi, baik itu dalam dunia pemerintahan, bisnis, akademik, maupun pergaulan sehari-hari, kita sering menemukan individu yang terburu-buru menyela pembicaraan, ingin menunjukkan bahwa mereka lebih tahu, atau bahkan meremehkan pendapat orang lain. Fenomena ini semakin nyata dalam era digital, di mana komentar di media sosial lebih banyak dipenuhi oleh perdebatan tanpa substansi ketimbang upaya untuk saling memahami.

Salah satu alasan mengapa orang sulit menjadi pendengar yang baik adalah karena adanya dorongan ego untuk selalu ingin diakui. Ketika seseorang berbicara tentang sesuatu yang kita kuasai, ada godaan besar untuk langsung mengoreksi atau menimpali dengan menunjukkan betapa luasnya pengetahuan kita. Padahal, kemampuan untuk menahan diri dan tetap mendengarkan adalah tanda kedewasaan intelektual dan emosional.

Kemampuan mendengar yang baik bukan hanya tentang memahami isi perkataan seseorang, tetapi juga tentang membangun hubungan yang lebih kuat dan saling menghargai. Saat seseorang merasa didengar, mereka akan lebih terbuka, lebih percaya, dan lebih nyaman untuk berkomunikasi dengan kita. Ini berlaku dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari lingkungan kerja, rumah tangga, hingga hubungan sosial yang lebih luas.

Mendengar dalam Kepemimpinan dan Pelayanan Publik

Dalam konteks pemerintahan dan pelayanan publik, mendengarkan adalah keterampilan yang sangat penting. Sebagai pejabat publik, saya memahami bahwa masyarakat ingin suaranya didengar. Jika seorang pemimpin hanya berbicara tanpa mau benar-benar memahami aspirasi warganya, maka kebijakan yang dihasilkan bisa saja melenceng dari kebutuhan sesungguhnya.

Sering kali, dalam pertemuan dengan masyarakat atau stakeholder, saya menjumpai beragam pendapat dan keluhan. Jika saya hanya fokus pada apa yang ingin saya sampaikan, tanpa mendengarkan dengan baik, maka saya akan kehilangan banyak wawasan berharga. Oleh karena itu, saya selalu berusaha untuk mendengar lebih dulu sebelum berbicara. Dengan demikian, setiap kebijakan atau keputusan yang diambil dapat lebih relevan dan berdampak positif bagi masyarakat.

Selain itu, mendengar dengan baik juga membantu dalam membangun komunikasi yang lebih efektif di antara berbagai instansi pemerintahan. Di tengah kompleksitas birokrasi, terkadang ada perbedaan perspektif dan kepentingan. Namun, dengan mendengarkan secara aktif, kita dapat menemukan titik temu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.

Mendengar sebagai Sarana Membangun Harmoni Sosial

Dalam kehidupan sosial, seni mendengarkan juga berperan dalam menciptakan harmoni dan mengurangi konflik. Banyak perselisihan terjadi bukan karena ketidaksepakatan yang besar, melainkan karena kurangnya kesediaan untuk mendengar dengan tulus.

Dalam keluarga, misalnya, banyak pertengkaran yang dapat dihindari jika setiap anggota keluarga mau mendengarkan satu sama lain dengan lebih sabar. Di tempat kerja, hubungan antara atasan dan bawahan bisa menjadi lebih harmonis jika kedua belah pihak mau saling mendengarkan, bukan hanya sekadar memberi instruksi atau menyampaikan keluhan.

Di dunia maya, fenomena saling serang dalam kolom komentar media sosial sering terjadi karena orang lebih suka bereaksi daripada memahami. Jika kita mau melatih diri untuk membaca dan mendengarkan dengan lebih cermat sebelum merespons, maka perdebatan yang tidak perlu bisa diminimalisir.

Mengapa Mendengar Menjadi Tanda Kecerdasan Sejati?

Banyak orang menganggap bahwa kecerdasan hanya diukur dari seberapa banyak seseorang tahu atau seberapa pandai ia berbicara. Padahal, kecerdasan sejati juga bisa dilihat dari kemampuan seseorang dalam menyerap informasi, memahami perspektif orang lain, dan mengelola emosi saat berkomunikasi.

Albert Einstein pernah berkata, “Jika Anda tidak bisa menjelaskan sesuatu kepada anak berusia enam tahun, maka Anda belum benar-benar memahaminya.” Ini menunjukkan bahwa pemahaman yang mendalam bukanlah tentang seberapa kompleks kita bisa menjelaskan sesuatu, tetapi tentang seberapa baik kita bisa memahami esensi suatu konsep dan menyampaikannya dengan cara yang sederhana.

Begitu pula dalam mendengarkan. Jika kita benar-benar memahami suatu bidang, kita tidak akan merasa perlu untuk terus-menerus membuktikan diri. Justru, kita akan dengan sabar mendengar, memberi kesempatan kepada orang lain untuk menyampaikan pandangannya, dan hanya berbicara ketika memang diperlukan.

Kesimpulan: Saatnya Kita Belajar Mendengar dengan Lebih Baik

Komunikasi bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang memberi ruang bagi orang lain untuk menyampaikan pemikirannya. Menjadi pendengar yang baik adalah bentuk penghargaan terhadap orang lain sekaligus tanda bahwa kita adalah komunikator yang matang dan bijaksana.

Sebagai masyarakat yang semakin terhubung dalam era digital, kita perlu mulai mengubah cara kita berkomunikasi. Alih-alih selalu ingin mendominasi percakapan, mari kita latih diri untuk mendengarkan dengan lebih baik. Sebab, komunikasi yang sehat bukan tentang siapa yang paling banyak berbicara, tetapi tentang bagaimana kita bisa saling memahami dan membangun hubungan yang lebih bermakna.

Dengan menjadi pendengar yang baik, kita tidak hanya meningkatkan kualitas komunikasi kita, tetapi juga membantu menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis dan penuh penghargaan. Dan seperti yang saya katakan sebelumnya, tingkat tertinggi dari ilmu komunikasi bukanlah berbicara dengan hebat, tetapi mendengar dengan bijak. (*)

Related Articles

Back to top button