Palangka Raya

Bangunan Awal Identitas Kota Perlu Dilestarikan

PALANGKA RAYA –  Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalimantan Tengah kembali mengadakan Serial Webinar dengan Tema Poros Jakarta –Palangka Raya, “Melacak Visi Bung Karno untuk Ibu Kota negara Indonesia”, Jumat (17/12/2020). Di seri #3 ini membahas tentang aspek sejarah, setelah  pada Seri#1 dan #2 sebelumnya telah dibahas dari Aspek Tata Ruang dan Aspek Arsitektur

Narasumber pada Seri#3 ini  disampaikan materi oleh Narasumber dari Arsitek, Dosen sekaligus Penulis buku Bung Karno Sang Arsitek, Dr Yuke Ardhiati IAI . Dan sebagai narasumber kedua, oleh Gauri Vidya Daneswhara SPsi SAnt ,Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Kapuas, Arkeolog. Kegiatan webinar ini dihadiri oleh peserta dari IAI Nasional, para ahli cagar budaya, pemerhati kota, dosen,praktisi arsitek, juga unsur-unsur pemerintahan.

Ketua IAI Kalimantan Tengah Ristia Heranidewi IAI, dalam sambutannya menyampaikan tujuan dari webinar seri#3 ini adalah untuk memberikan wawasan terkait sejarah  kota Palangka Raya dan mengenal lebih dekat Bung Karno sebagai Negarawan sekaligus Arsitek yang sangat berperan dalam pembangunan awal kota Palangka Raya dan juga kota Jakarta.

Dr Yuke Ardhiati IAI  dalam paparannya menyampaikan tentang pokok-pokok pikiran Sukarno dalam menentukan dan membangun IKN Indonesia pada masa setelah era proklamasi kemerdekaan RI.

“Setidaknya ada tiga  sarian Pidato Sukarno terkait IKN Djaya Raya.

Pidato 22 Juni 1962 ada beberapa usulan terkait usulan lokasi IKN Indonesia, dan Palangka Raya salah satunya juga disebutkan sebagai lokasi IKN. Kemudian pada pidato 1964 Sukarno jg menyampaikan keinginannya untuk menetapkan IKN di tengah-tengah pulau Kalimantan yaitu di Palangka Raya, juga pidato terakhir tahun 1965,” ujar Yuke.

Ketokohan Sukarno sang Arsitek  cukup kuat dalam menentukan dan merencanakan pembangunan IKN pada masa itu. Hal ini juga tercermin dari rencana awal pembangunan kota Palangka Raya yang banyak mendapat sentuhan dari Sukarno.

Untuk itu pesan kuat yang ingin disampaikan Sukarno menurut Yuke, Palangka Raya adalah bukti cinta dari Sukarno yang barangkali bisa menjadi jiwa dan semangat untuk tetap menyatukan budaya, menyatukan memori dan jaya kedepannya, yang bisa mengikat perasaan-perasaan bahwa pernah ada nama Sukarno yang hadir di Palangka Raya untuk menjadikan satu kota  Palangka Raya yang jaya raya.

Sedangkan pada paparannya Gauri Vidya Daneswhara menyampaikan sejarah awal pembentukan Kota Palangka Raya, mulai dari kronologis perjalanan Sukarno ke Palangka Raya sampai dengan geliat awal pembangunan kota Palangka Raya yang terjadi pada masa itu. Gauri menekankan pentingnya menjaga kelestarian bangunan awal sebagai identitas kota Palangka Raya.

Karena jika dilihat kondisi sekarang ini masih belum ada upaya signifikan untuk melestarikan saksi sejarah geliat pembangunan PalangkaRaya. Ini terbukti dari bagunan-bangunan awal tersebut telah mengalami perubahan rata-rata diatas 50 persen atau pada beberapa kasus sudah hilang.

“Terkesan terjadi pembiaran walaupun sudah ada UU yang mengatur hal tersebut yakni UU no. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan UU No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya,” ujar Gauri.

“Palangka Raya adalah satu-satunya kota yang dibangun dari nol pada masa itu, sehingga Palangka Raya menjadi manifestasi akan Indonesia baru, yang dibangun dengan jerih payah anak bangsa. Karna itu diperlukan upaya-upaya bersama untuk menjaga pusat-pusat  ingatan kota,” kata Gauri. (sma)

Related Articles

Back to top button