Fenomen Anak Lebih Akrab Gawai daripada Buku, Ini Penyebabnya
KALTENG.CO-Gadget atau gawai merupakan perangkat teknologi yang sudah sedemikian dekat dengan semua orang. Kondisi ini ibarat pisau bermata dua, yang dapat berdampak positif sekaligus negatif bagi penggunanya.
Fenomena ini lebih memprihatinkan lagi di kalangan anak-anak. Saat ini mereka justru lebih dekat dengan gawai dibandingkan apa pun. Ironisnya, tak hanya anak-anak diperkotaan, melainkan juga hingga perdesaan atau pelosok.
Beberapa anak muda yang peduli dengan literasi di kalangan anak-anak ini, perlu terus didorong. Terutama dengan memberikan fasilitas tempat dan akses ke berbagai buku bacaan, baik berbentuk fisik maupun digital.
Adalah Ahmad, seorang pegiat pendidikan di Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Demi menumbuhkan melek literasi di kalangan anak-anak yang telah dihancurkan oleh teknologi gawai, pemuda 30 tahun ini rela meninggalkan pekerjaannya, sebagai dosen dan memilih jalan sunyi.
Hatinya terenyuh ketika melihat anak-anak di desanya, lebih piawai memainkan gawai dibanding membaca buku. Ahmad bertekad membangunkan anak-anak itu dari tidur panjang. Rencana ia susun dan lahirlah Uma Lengge Mengajar.
Ahmad mengaku, sejak kecil ia dan kawan-kawannya sudah menyukai buku, meski kala itu akses buku masih sangat minim. Ahmad dan anak-anak di desanya pun, biasa membaca Al Qur’an selepas magrib di langgar.
Hal tersebut menandakan bahwa kegiatan membaca begitu lekat dalam keseharian mereka.
Kegelisahan Ahmad muncul setelah bertahun-tahun merantau dan kembali ke kampung halamannya. Ia menyaksikan sendiri perubahan kebiasaan yang terjadi pada anak-anak di desanya.