BeritaNASIONALPeristiwaUtama

Fakta Mencengangkan di Balik Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya: Overload, Bukan Hanya Cuaca Buruk!

KALTENG.CO-Tragedi tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di Selat Bali pada Kamis, 3 Juli lalu, menyisakan duka mendalam. Namun, di balik peristiwa naas tersebut,

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan fakta mencengangkan yang mengubah sudut pandang penyebab insiden.

Bukan hanya cuaca buruk, tetapi kelebihan muatan (overload) menjadi faktor krusial yang berkontribusi pada karamnya kapal.

Investigasi KNKT: Kelebihan Muatan Jauh Melebihi Batas

Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, mengungkapkan hasil investigasi yang sangat mengejutkan. Kapal yang diproduksi pada tahun 2010 ini sejatinya memiliki batas maksimal muatan hanya 137,7 ton. Namun, saat tragedi terjadi, KMP Tunu Pratama Jaya justru membawa sekitar 538,8 ton muatan.

“Kapal memiliki kemampuan muat 138 ton, tetapi total yang dimuat 538 ton, tiga kali lipat (selisih 400 ton),” tutur Soerjanto di Pelabuhan ASDP Ketapang pada Rabu (23/7/2025).

Rincian muatan tersebut terdiri dari 8 kendaraan golongan VII, 3 kendaraan golongan VIB, 3 kendaraan golongan VB, 3 kendaraan golongan IVB, 4 kendaraan golongan VIA, dan 1 kendaraan golongan 2. Total sebanyak 22 kendaraan tercatat dalam master sailing declaration yang ditandatangani nakhoda kapal.

Soerjanto menegaskan, “Ini fakta yang kami temukan di lapangan. Muatan maksimalnya (KMP Tunu Pratama Jaya) hanya 14 mobil kecil dan 9 truk sedang, dengan jumlah penumpang 60 orang. Ini jelas di luar batas kemampuan kapal.”

Indikasi Overdraft dan Data Penimbangan Fiktif

Tak hanya kelebihan muatan, KNKT juga menduga kapal beroperasi dalam kondisi overdraft, yaitu kondisi lambung kapal tenggelam melebihi batas aman karena muatan yang berlebihan. Dugaan ini diperkuat dengan temuan boarding pass penimbangan kendaraan yang bobotnya tertulis 0 kilogram.

“Ini sangat berbahaya, karena perhitungan pemuatan kapal bergantung pada data bobot tersebut. Kita melihat banyak kapal yang beroperasi dengan kondisi overdraft, kemungkinan KMP Tunu Pratama Jaya juga overdraft,” tukas Soerjanto.

Data penimbangan yang tidak akurat atau fiktif ini menjadi celah serius dalam sistem keselamatan pelayaran, yang berpotensi memicu kejadian serupa di masa depan jika tidak segera ditangani.

Kronologi Singkat dan Upaya Pencarian Korban

Sebelum fakta mengejutkan ini terungkap, KMP Tunu Pratama Jaya dilaporkan terbalik dan tenggelam di Selat Bali saat menyeberang dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi menuju Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Tepatnya di koordinat -08°09.371′, 114°25, 1569.

Laporan dari Dermaga LCM Gilimanuk mengungkapkan bahwa KMP Tunu Pratama Jaya sempat mengirim sinyal darurat pada pukul 00.16 WITA, sebelum akhirnya mengalami blackout pada pukul 00.19 WITA.

Tim SAR gabungan telah berupaya keras mencari keberadaan korban. Namun, hingga hari ke-20, Senin, 21 Juli, operasi pencarian korban KMP Tunu Pratama Jaya resmi ditutup karena tidak membuahkan hasil.

Dari 65 korban yang tercatat dalam manifest, tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi 49 korban, dengan rincian 30 selamat dan 19 meninggal dunia. Sayangnya, 16 korban lainnya dinyatakan hilang.

Tragedi KMP Tunu Pratama Jaya ini menjadi pengingat pahit akan pentingnya kepatuhan terhadap standar keselamatan pelayaran. Evaluasi menyeluruh terhadap praktik pengawasan muatan dan sistem penimbangan kapal mutlak diperlukan untuk mencegah insiden serupa terulang kembali di masa depan. (*/tur)

Related Articles

Back to top button