Pemkab Lamandau Genjot Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Melalui FGD Percepatan
NANGA BULIK, Kalteng.co-Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamandau menunjukkan keseriusannya dalam mempercepat proses pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak di wilayahnya.
Langkah konkret ini diwujudkan melalui pelaksanaan Forum Diskusi Terfokus (FGD) bertajuk “Percepatan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Lamandau” yang berlangsung di Aula BPKAD Nanga Bulik pada Senin (21/4/2025).
Acara penting ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak di Kabupaten Lamandau. Meskipun payung hukum telah ada, hingga saat ini belum ada satupun komunitas MHA yang secara resmi ditetapkan. Hal ini menjadi perhatian utama Pemkab Lamandau untuk segera diatasi.
Wakil Bupati Lamandau, Abdul Hamid, yang membacakan sambutan Bupati Rizky Aditya Putra, menyampaikan bahwa percepatan pengakuan MHA menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Beliau menekankan pentingnya evaluasi bersama agar publik tidak menilai Pemkab Lamandau kurang memberikan perhatian terhadap isu krusial ini.
“Perlu menjadi perhatian serius bagi kita semua karena sampai hari ini belum ada komunitas Masyarakat Hukum Adat yang ditetapkan. Hal ini menjadi refleksi kita bersama juga sebagai bahan evaluasi kita, jangan sampai publik mengira bahwa kita tidak menaruh perhatian serius terhadap isu Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Lamandau,” tegas Wabup Abdul Hamid.
Bupati Rizky Aditya Putra melalui sambutannya juga menyampaikan bahwa masyarakat adat Dayak tersebar luas di berbagai wilayah Kabupaten Lamandau, terutama di kawasan hulu seperti daerah aliran sungai Delang, Batangkawa, dan Belantikan. Mereka memiliki pengetahuan mendalam dalam pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam serta mewarisi tradisi luhur selama berabad-abad.
“Saya mengajak kita bersama-sama yang hadir di sini untuk dapat lebih serius dalam upaya percepatan pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Lamandau. Saya berkomitmen untuk terus mendorong kebijakan yang inklusif dan berpihak pada masyarakat adat, sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial,” jelas Bupati.
FGD ini menghadirkan berbagai pihak terkait, termasuk para kepala desa, mantir adat, demang, dan perwakilan masyarakat adat dari seluruh penjuru Kabupaten Lamandau. Selain itu, Pemkab Lamandau juga mengundang perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), serta organisasi masyarakat sipil yang aktif mendampingi komunitas adat seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Save Our Borneo (SOB).
Safrudin Mahendra, Direktur Yayasan Insan Hutan Indonesia (YIHUI), salah satu lembaga yang memfasilitasi terselenggaranya FGD ini, mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga dilatarbelakangi oleh usulan pengakuan dari Masyarakat Adat Laman Kinipan dan Kubung yang telah lama diajukan namun belum mendapatkan respons positif dari Pemkab Lamandau.
“Dari pemetaan hambatan yang kami lakukan, permasalahan yang paling utamanya adalah pada batas wilayah adat yang belum selesai. Bahkan wilayah adat Kubung berada di antara dua Provinsi (Kalteng dan Kalbar) yang untuk pengakuan MHA belum ada payung hukumnya jika wilayah Adat Masyarakat Hukum Adat berada di dua provinsi,” ungkap Safrudin.
FGD ini diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai kendala dan merumuskan langkah-langkah strategis untuk mempercepat proses pengakuan MHA di Kabupaten Lamandau. Sinergi antara pemerintah daerah, masyarakat adat, dan berbagai pihak terkait menjadi kunci utama dalam mewujudkan pengakuan hak-hak masyarakat adat Dayak demi pembangunan yang lebih inklusif dan berkeadilan di Kabupaten Lamandau. (man)




