KALTENG.CO – Isu legalitas perusahaan perkebunan di Indonesia, terutama yang telah beroperasi sebelum tahun 2016, terus menjadi sorotan. Banyak pihak sepakat bahwa penyelesaian masalah ini harus dilakukan secara sistematis dan proporsional.
Perusahaan yang belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) tidak serta-merta dianggap melakukan pelanggaran. Sebaliknya, langkah afirmatif dari Pemerintah sangat krusial untuk membenahi sistem perizinan secara menyeluruh dan menghadirkan kepastian hukum bagi iklim investasi.
Perusahaan Perkebunan Pra-2016: Mengapa Tak Selalu Melanggar Hukum?
Budi Mulyanto, Kepala Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB), menegaskan bahwa perusahaan perkebunan yang sudah berdiri sebelum 2016 dan mengantongi izin usaha, tidak otomatis dianggap melanggar hukum, meski belum memiliki HGU. Penegasan ini sejalan dengan pernyataan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, yang merujuk pada Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Budi menjelaskan bahwa sebelum 2016, sistem perizinan di sektor perkebunan masih bersifat sektoral dan belum terintegrasi. Izin lokasi, Izin Usaha Perkebunan (IUP), dan HGU berada di bawah kewenangan institusi yang berbeda, dan prosesnya seringkali tidak berjalan berurutan di lapangan.
“Kondisi di lapangan tidak selalu ideal. Banyak perusahaan yang sudah melakukan pembukaan lahan dan menanam karena sudah mengantongi IUP dan izin lokasi, tetapi belum memiliki HGU karena kendala administratif atau teknis,” jelas Budi dalam keterangannya kepada wartawan pada Selasa (15/7/2025).
Oleh karena itu, ketidaktertiban administratif semacam ini seharusnya tidak menjadi masalah hukum yang mengancam pelaku usaha yang beroperasi sebelum tahun 2016. Yang lebih dibutuhkan adalah langkah afirmatif dari pemerintah untuk merapikan sistem perizinan, memperkuat koordinasi antarinstansi, dan memberikan ruang penyelesaian legalitas secara sistematis.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga pernah menegaskan hal serupa: “Kalau ada kebun sawit belum di-HGU pemerintah akan bersikap proporsional. Kalau kebun sawit itu berdiri sebelum tahun 2016 atau sebelum 2017, bisa jadi tidak salah perusahaannya.”
Memahami Kepastian Hukum: Perbedaan Izin dan Hak
Budi Mulyanto mengingatkan bahwa jika proses permohonan HGU tidak tuntas, hal itu bisa memicu “kegaduhan bisnis” yang berdampak negatif pada iklim investasi. Kepastian hukum adalah fondasi vital bagi investasi dan dunia usaha. “Kalau status tanahnya tidak jelas, maka wajib pajak, hak usaha, bahkan kepastian hukum yang terkait dengan berbagai usaha itu juga tidak jelas,” ujar Guru Besar IPB tersebut.
Menurut Budi, kebijakan afirmatif terkait legalitas lahan usaha perkebunan harus dilakukan secara sistematis dan mengikuti seluruh prosedur perizinan yang berlaku lintas sektor. Ini adalah kunci untuk mewujudkan kepastian hukum, perlindungan usaha, dan kredibilitas investasi di sektor agraria dan perkebunan nasional.
Ia juga menekankan perbedaan fundamental antara izin dan hak. Izin, seperti IUP atau Amdal, adalah bagian dari rezim perizinan sektor. Sementara itu, HGU adalah bentuk hak atas tanah yang diberikan negara kepada pelaku usaha untuk mengelola dan memanfaatkan lahan dalam jangka waktu tertentu.




