Korupsi PT TASPEN Rp 1 Triliun: KPK Pastikan Tak Terkait Pilpres, Eks Dirut dkk Divonis Berat dan Denda Miliaran Rupiah
KALTENG.CO-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menepis isu mengenai penggunaan uang hasil korupsi investasi fiktif PT Taspen (Persero) untuk mendanai kegiatan politik, termasuk kampanye Pilpres 2024.
Penegasan ini disampaikan setelah tim penyidik dan penuntut KPK menelusuri secara mendalam seluruh alat bukti dan fakta yang terungkap selama proses persidangan.
Kasatgas Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Greafik Loserte, menyatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara kasus korupsi dana Taspen dengan pembiayaan politik atau kepentingan pemilu.
“Kami belum menemukan adanya hubungan antara pokok perkara maupun alat bukti maupun barang bukti yang dapat ini berhubungan dengan informasi yang tadi sudah Anda tanyakan (dana Taspen mengalir ke Pilpres 2024),” kata Greafik saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).
Greafik menjelaskan bahwa tim penyidik dan penuntut telah bekerja secara menyeluruh dalam menelusuri aliran dana. Selama persidangan kasus ini berlangsung sejak Juni 2025, tim telah memeriksa lebih dari seratus saksi dan ribuan barang bukti.
“Selama persidangan berlangsung sejak bulan Juni sampai dengan terakhir diputus beberapa hari yang lalu, kita telah menghadirkan 101 saksi dengan barang bukti kurang lebih 1.086,” tegasnya, memastikan bahwa semua kemungkinan telah diselidiki.
Vonis Berat untuk Eks Dirut Taspen: 10 Tahun Penjara dan Uang Pengganti Miliaran
Penegasan KPK ini datang setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis berat terhadap dua terdakwa utama.
Mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Kosasih, divonis 10 tahun penjara pada Senin (6/10/2025). Majelis hakim, yang dipimpin oleh Purwanto S. Abdullah, menyatakan Kosasih terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengelolaan investasi BUMN tersebut.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun,” ucap Hakim Purwanto saat membacakan amar putusan.
Selain pidana pokok, Antonius Kosasih juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Yang paling signifikan, ia diwajibkan membayar uang pengganti fantastis, yakni:
- Rp 29,152 miliar
- Sejumlah valuta asing, termasuk USD 127.057, SGD 283.002, dan 10 ribu euro, serta mata uang lainnya.
Jika Antonius Kosasih tidak mampu membayar uang pengganti tersebut paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita. Jika harta benda tidak mencukupi, uang pengganti tersebut diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun.
Dirut PT IIM Juga Divonis 9 Tahun Penjara
Dalam perkara yang sama, Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), Ekiawan Heri Primaryanto, juga divonis bersalah. Hakim menjatuhkan hukuman pidana 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Eki juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 253.660, subsider pidana penjara selama dua tahun.
Kerugian Negara Rp 1 Triliun Akibat Investasi Fiktif Berisiko Tinggi
Majelis hakim dalam putusannya menyimpulkan bahwa perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi unsur melawan hukum dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliun.
Pelanggaran prosedur yang dilakukan antara lain:
- Penunjukan Langsung: Penunjukan PT Insight Investment Management sebagai pengelola reksa dana I-Next G2 dilakukan secara langsung tanpa melalui mekanisme tender yang semestinya diatur dalam pengelolaan investasi BUMN.
- Investasi Tergesa-gesa: Antonius Kosasih dinilai mengambil keputusan tergesa-gesa dalam melakukan pembelian reksa dana berisiko tinggi.
- Pelanggaran Prosedur: Penjualan aset PT Taspen berupa sukuk ijarah SIAISA02 dan investasi dana Rp 1 triliun ke reksa dana I-Next G2 melalui broker PT IIM dan KB Valbury Sekuritas Indonesia dilakukan tanpa kajian yang memadai.
Kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*/tur)




